MediaUmat – Dalih majalah LeMan di Turki yang menganggap ‘penghinaan terhadap nabi adalah bentuk kebebasan dalam demokrasi’, dinilai Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (PDMPB) Dr. Ahmad Sastra, sebagai kesalahan serius.
“Merupakan kesalahan serius ketika nilai-nilai tersebut digunakan untuk membenarkan penghinaan terhadap tokoh suci seperti Nabi Muhammad SAW,” ujarnya kepada media-umat.com, Rabu (9/7/2025).
Menurut Ahmad, kebebasan berbicara (freedom of speech) bukanlah hak tanpa batas. Di banyak negara demokratis, penghinaan terhadap agama, ujaran kebencian, atau provokasi yang bisa menimbulkan kekerasan adalah bentuk ekspresi yang bisa dibatasi secara hukum.
“Contoh di Eropa, Holocaust denial (penyangkalan Holocaust) bisa dianggap ilegal karena menyakiti komunitas Yahudi dan berpotensi menimbulkan kebencian,” ungkapnya.
Ahmad membenarkan, mengkritik ajaran agama atau institusi keagamaan secara rasional dan terbuka adalah bagian dari diskursus publik.
Namun, sanggah Ahmad, menghina Nabi Muhammad SAW yang sangat dihormati oleh umat Islam bukanlah bentuk kritik yang bertujuan membangun, melainkan bentuk pelecehan terhadap keyakinan umat. Apologi yang membela ini sering gagal membedakan antara kritik dan penghinaan.
“Jika kebebasan digunakan untuk menyakiti perasaan umat beragama secara sistematis, maka itu justru menciptakan polarisasi dan konflik sosial yang melemahkan kohesi demokratis itu sendiri. Kebebasan demokrasi adalah bentuk bunuh diri ideologi,” kata Ahmad.
Ahmad menilai sering kali terlihat bahwa pelecehan terhadap Islam atau Nabi Muhammad SAW dibenarkan atas nama “kebebasan berbicara”, tetapi perlakuan yang sama terhadap simbol kelompok lain tidak ditoleransi. Ini menunjukkan bahwa pembelaan itu bukan tentang kebebasan, tetapi bias.
“Apologi yang membela penghinaan terhadap Nabi Muhammad dengan alasan demokrasi dan kebebasan berbicara adalah keliru secara moral, sosial, dan filosofis. Kebebasan sejati adalah kebebasan yang disertai tanggung jawab, bukan yang digunakan untuk menyakiti sesama. Meskipun bisa jadi, begitulah watak busuk demokrasi, yakni anti-Islam,” katanya.
Ahmad menambahkan, dalam Islam menghina Nabi Muhammad SAW dianggap sebagai pelanggaran yang sangat serius dan merupakan salah satu bentuk kekufuran atau tindakan yang bisa membatalkan keislaman seseorang.
“Pandangan umum dalam syariat Islam menyatakan bahwa mayoritas ulama dari empat mazhab utama (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali) sepakat bahwa: Menghina Nabi Muhammad SAW adalah bentuk kekufuran dan pelakunya layak dijatuhi hukuman mati, jika tidak bertobat atau jika dia seorang non-Muslim yang memerangi Islam (harbi),” pungkasnya.[] Fatih Shalahuddin
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat