MediaUmat – Peneliti Masyarakat Sosial Politik Indonesia (MSPI) Dr. Riyan menilai, reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto hanya bersifat reaktif dan parsial.
“Kalau kita lihat bahwa reshuffle kabinet ini, masuk 11 bulan pemerintahan Pak Prabowo, menurut saya terindikasi reaktif dan parsial gitu ya,” ujarnya dalam Kabar Petang: Pengamat Bongkar Fakta-fakta Tersembunyi di Balik Reshuffle Jilid 2, Sabtu (13/9/2025) di kanal YouTube Khilafah News.
Riyan menjelaskan, reaktif karena lebih dominan dipengaruhi desakan eksternal pasca-tragedi “Agustus Kelabu” yang menewaskan 10 orang dan menimbulkan kerusakan dari berbagai upaya pembajakan aksi demontsrasi.
“Sehingga itu sangat kelihatan, terutama di beberapa nama seperti Sri Mulyani misalnya, Menteri Keuangan yang dianggap begitu banyak menyusahkan karena adanya berbagai pajak. Kemudian juga Budi Gunawan karena dia adalah Menko ya, jadi menteri koordinator apalagi urusan polkam ya, politik dan keamanan, yang kelihatan sangat tidak bisa mengantisipasi gitu ya berbagai tindakan-tindakan yang justru sangat-sangat destruktif ya, terlepas daripada aksinya itu sendiri begitu ya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Riyan juga menyebut reshuffle tersebut juga bersifat parsial, karena tidak menyentuh harapan dan kebutuhan masyarakat secara nyata selama kepemimpinan Prabowo.
“Apalagi dengan usia 11 bulan berjalan ini, mestinya banyak hal-hal yang lebih menyentuh kepentingan-kepentingan masyarakat. Nah, tetapi yang terjadi justru kan kehidupan menjadi semakin berat, ekonomi bertambah sulit, pajak kemudian begitu membebani begitu ya. Sementara masyarakat hari ini juga ada PHK. Ini saya kira tadi yang saya katakan, jadi tidak menyentuh kepada akar masalah, hanya parsial,” terangnya.
Ia menambahkan, reshuffle yang sekadar formalitas ini lahir dari kegagalan dalam memahami akar persoalan.
“Formalitas itu lahir ketika memang secara struktural gagal dalam memahami apa akar masalah (berbagai persoalan umat), yang kemudian terjadi hanya sekedar tambal sulam,” tegasnya.
Lebih jauh, Riyan pun menyoroti akar masalah utama sesungguhnya yang bersumber dari sistem demokrasi yang memang tidak didesain untuk memperjuangkan gagasan rakyat, tetapi perjuangan kepentingan segelintir orang.
Ia menilai, sistem politik demokrasi membuat kebijakan hanya berpihak pada elite bukan pada rakyat. Sehingga sulit diharapkan, karena faktanya demokrasilah yang menentukan segelintir orang atau oligarki dari kaum kapitalis (pemilik modal) menguasai politik dan ekonomi.
“Itu yang akhirnya membuat leader, pemimpin atau presiden yang ada hari ini tidak berani mengambil keputusan, akan tetap tersandera, dan pada akhirnya membuat program-program yang itu hanya pro kepada elite oligarki bukan kepada rakyat,” pungkasnya.[] Muhar
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat