Pengamat: Patut Diduga Ada Jaringan Kuat yang Lindungi Al-Zaytun

Mediaumat.id – Pengamat Kebijakan Publik Fajar Kurniawan mengatakan patut diduga ada jaringan kuat yang melindungi Ma’had Al-Zaytun.
“Patut diduga ada orang kuat, ada jaringan kuat yang melindungi Al-Zaytun,” ungkapnya di Kabar Petang: Ada Kekuatan Besar yang Membekingi Ponpes Al-Zaytun? melalui kanal YouTube Khilafah News, Selasa (11/7/2023).
Jaringan kuat itu bisa terafiliasi dengan kepentingan politik yang memanfaatkan Al-Zaytun untuk kepentingan politik mereka. “Dan memang pada zaman Orde Baru banyak yang mengatakan bahwa berdirinya Al-Zaytun pun dalam rangka untuk kepentingan politik. Artinya dimanfaatkan untuk kepentingan rezim dan seterusnya,” tambahnya.
Fajar menyampaikan beberapa alasan terkait dugaannya itu. Pada 2002 tim peneliti MUI menyampaikan temuan bahwa Al-Zaytun ada afiliasi yang kuat dengan organisasi NII KW9, baik secara historis, finansial maupun kepemimpinan.
“Kemudian ada juga temuan terkait dengan penyimpangan paham dan ajaran Islam yang dipraktekkan di Al-Zaytun, termasuk tentang mobilisasi dana, kemudian penyimpangan terkait penafsiran Al-Qur’an,” jelasnya.
Dari pernyataan Panji Gumilang sendiri, lanjutnya, dalam berbagai siaran melalui kanal digital sudah jelas terlihat penyimpangannya. Ditemukan juga indikasi penyimpangan paham keagamaan dalam aspek zakat fitrah dan kurban.
“Semuanya sudah disampaikan tim peneliti MUI kepada MUI dan pemerintah. Tapi 20 tahun berlalu tidak ada tindakan apa pun yang diambil oleh pihak berwenang,” sesalnya.
Ditambah lagi bukti terbaru tentang praktik shalat yang tidak ada satu pun madzhab membenarkan shalat seperti itu.
“Jadi tentu ini menjadi sebuah kejanggalan kenapa untuk sebuah organisasi yang cukup besar, pondoknya juga lumayan mewah, tidak segera ditindak oleh aparat hukum. Padahal sudah banyak sekali bukti-bukti berupa jejak digital, bukti hasil penelitian dan mungkin juga bukti yang lain yang sangat banyak ditemukan di sana-sini,” ucapnya heran.
Menunggu
Fajar mengajak untuk menunggu fatwa yang dalam pekan-pekan ini akan dikeluarkan MUI. “Fatwa MUI mungkin tidak akan menyelisihi dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan tidak menyelisihi pendapat dari para ulama yang juga banyak mengeluarkan pendapat keagamaan yang telah secara jelas menyatakan bahwa ada sejumlah kejanggalan dan penistaan agama, dan berpotensi tindak pidana dalam kasus Al-Zaytun ini,” terangnya.
Kalau setelah keluarnya fatwa MUI tersebut tidak ada action real (tindakan nyata), ucapnya, maka dugaan akan semakin kuat bahwa di balik Al-Zaytun memang ada tokoh-tokoh yang terafiliasi dengan kepentingan politik yang memelihara Al-Zaytun karena ada sejumlah keuntungan politik.
“Kalau ditelusuri lebih jauh saya kira ada dua kemungkinan. Pertama Al-Zaytun akan tetap dilindungi untuk kepentingan 2024 atau kedua, akan dilindungi untuk meraih tujuan politik lainnya semisal mendelegitimasi umat Islam yang sedang berupaya membangun opini Islam kaffah,” duganya.
Blunder
Fajar menyampaikan, jika pemerintah tetap membiarkan Al-Zaytun akan menjadi blunder dan pertaruhan besar.
“Gelombang tuntutan agar Al-Zaytun dibekukan dalam arti para pemimpinnya diadili karena telah melakukan penistaan agama demikian besar, maka menurut saya secara kalkulasi politik cukup berisiko kalau dibiarkan, sebab kalau sudah penistaan agama orang Indonesia itu sensitif,” ulasnya.
Terlebih dengan peran media sosial memudahkan sesuatu yang menarik menjadi viral sebagaimana pernyataan Panji Gumilang atau praktik-praktik ibadahnya yang viral di mana-mana.
“Seharusnya pemerintah melindungi akidah umat dengan menghentikan Al-Zaytun karena pemerintah yang punya kekuasaan, punya aparat, punya perangkat hukum. Dengan infrastruktur kekuasaannya itu seharusnya bertindak sebagaimana kehendak umat demi kemaslahatan masyarakat itu sendiri,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun