Pengamat: Gim Daring Tidak Terkontrol Bisa Picu Kriminalitas

MediaUmat – Pengamat Media Sosial Rizqi Awal menilai apabila peredaran gim daring (game online) tidak terkontrol dengan rapi, maka semua pemain gim (gamer) bisa menjadikan gim tersebut sebagai inspirasi terkait dengan perlawanan bersenjata sehingga menjadi pemicu kesenjangan dan kriminalitas sosial di kalangan masyarakat.
“Bagaimana bila game itu ketika sekarang beredar dan tidak terkontrol dengan rapi, maka semua orang, terutama mereka yang belum bisa berpikir matang bisa menjadikan game-game tersebut inspirasi terkait dengan perlawanan-perlawanan bersenjata dan ini akan menjadi akan memicu kesenjangan dan kriminalitas sosial di kalangan masyarakat pada umumnya,” ulasnya dalam Kabar Petang: GTA 6 Picu Kekerasan Dunia Nyata? di kanal YouTube Khilafah News, Senin (2/6/2025).
Menurutnya, penembakan di Kemang yang viral disebut mirip gim aksi brutal tembak-tembakan Grand Theft Auto (GTA) bisa menjadi simulasi penting. Karena, gim bisa memengaruhi cara berpikir orang dan cara orang melihat sesuatu.
“Ketika kejadian itu, mungkin bisa jadi para pelaku tidak berkhayal tentang GTA, tapi yang menonton, menyaksikan, karena mereka pernah memainkan menggunakan dan menjadikan Grand Theft Auto sebagai bagian dari permainan hidup mereka, game yang pernah mereka mainkan, maka mereka menyebabkan hal itu, gitu. Kondisi kekinian gini,” bebernya.
Menurutnya, masyarakat yang sekularistik itu akan cenderung memandang konten kekerasan di gim merupakan sesuatu yang keren. “Sangat berbahaya! Karena ketika game tidak ada filter, maka orang akan dengan mudahnya mempraktikkan, melakukan, dan menganggap hal itu biasa saja terjadi,” sebutnya.
Ia pun mencontohkan di kawasan negara-negara Amerika Latin. “Kalau kita melihat berada di kawasan negara-negara Amerika Latin yang cendung ada tembak-tembakan, berarti ini bisa juga di masa akan datang mau enggak mau menyerempet ke wilayah Indonesia, menurut saya,” ujarnya.
Hal ini, lanjut Rizqi, menunjukkan industri gim di sistem kapitalisme telah gagal. Sebab, negara kapitalisme akan membiarkan gim-gim ini. Karena ini sangat menguntungkan dan yang penting adalah cuan.
“Ya, bukan gagal lagi, sangat gagal ya, sangat gagal,” ucapnya.
Menurutnya, penyumbang kegagalan ini, dari ketiadaan mekanisme filter agama dan filter sistem sosial yang terjadi di tengah-tengah sistem sekuler hari ini.
“Maka wajar kalau ini akan menjadi bentuk kegagalan berikutnya ketika masyarakat kita itu membiarkan kondisi ini, terus saja terjadi gitu,” ungkapnya.
Menurut Rizqi, ketika kecenderungan ini terjadi maka tanggung jawab negara dan pendidikan tidak bisa dilepaskan satu sama lain, karena harus saling terhubung.
“Jadi, solusinya bukan ke barak militer ya bagi anak nakal yang melakukan ini. Saya tidak sepakat kalau misalnya ini solusinya ke barak militer, karena nanti kasihan juga tentara yang harusnya menjadi garda terdepan negara terkait dengan tindakan dari negara lain, justru harus ngurusi anak-anak nakal,” kritiknya.
Ia mengingatkan, kalau selama ini negara hanya menjadi fasilitator atau mediator, negara harus bertanggung jawab penuh dari hulu ke hilir pendidikan negeri ini, agar tidak menjadi bumerang di satu waktu yang lain.
“Apalagi ada yang terinspirasi (gim perang daring) Mobile Legends jadi ekstrakurikuler wajib yang dilakukan di Surabaya, nanti lama-lama juga mungkin pencinta Grand Theft Auto itu meminta agar ini juga akan jadi kurikulum wajib di sana,” cetusnya.
Ia menyimpulkan, ketika negara ini membiarkan, tentu ini bentuk lepas tangan negara terkait dengan masa depan generasi.
“Bagaimana Indonesia akan membangun revolusi mental, jika faktanya game-game ini membuat generasi mental (tertolak) dari revolusi akhlak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?” tanyanya retoris.[] Novita Ratnasari
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat