Pengamat: Dunia Islam Mesti Bersatu Tuntaskan Soal Sudan

MediaUmat Di tengah perang saudara yang terjadi di Sudan, Pengamat Hubungan Internasional dari Geopolitical Institute Hasbi Aswar, Ph.D. mengimbau umat Islam di seluruh dunia bersatu menengahi persoalan ini.

“Dalam konteks Sudan, semestinya dunia Islam bersatu dan menengahi persoalan ini,” ujarnya kepada media-umat.com, Ahad (2/11/2025).

Bukan tanpa dasar, ia memaparkan perkara ini sebagaimana perintah Allah SWT di dalam QS al-Hujurat: 9, yang artinya:

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”

Dengan kata lain, berangkat dari persatuan dimaksud, umat bisa mengambil opsi pengerahan pasukan multinasional dari dunia Islam untuk melemahkan kelompok pemberontak yang tidak mau menghentikan agresi kepada pihak lain sampai kondisi betul-betul stabil dan aman kembali.

Adalah permasalahan Sudan saat ini berakar dari konflik kekuasaan antara dua institusi militer utama. Angkatan Bersenjata Sudan (Sudanese Armed Forces/SAF) yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, dan Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF) yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo (Hemeti).

Keduanya, kata Hasbi mengungkapkan, pernah bersekutu ketika menggulingkan Presiden Omar al-Bashir pada 2019. Namun kemudian berselisih dalam proses transisi menuju pemerintahan sipil.

“Perselisihan memuncak pada April 2023 menjadi perang saudara berdarah,” jelasnya.

Ia mengatakan, faktor-faktor utama yang memperumit konflik, di antaranya adalah persaingan kekuasaan antara SAF dan RSF untuk menguasai pemerintahan pasca-transisi. Dalam hal kepentingan ekonomi, termasuk kendali atas tambang emas yang menjadi sumber devisa utama Sudan, misalnya, berdampak lebih dari 10 juta orang mengungsi, ribuan tewas, dan sebagian besar infrastruktur Ibu Kota Khartoum hancur.

Sekadar ditambahkan, sebagai adidaya saat ini Amerika Serikat (AS) terlihat menyerukan gencatan senjata, memberikan bantuan kemanusiaan melalui USAID, menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan dan individu yang mendukung konflik, baik dari pihak SAF maupun RSF. AS juga terlibat mendukung proses perdamaian yang dimediasi oleh Arab Saudi termasuk melalui forum Quad Iniative yang melibatkan AS, Mesir, UEA, dan Arab Saudi.

Namun, meski AS terlihat mencoba untuk tidak berpihak baik kepada RSF maupun SAF yang ditunjukkan dengan upaya pendekatan kepada negara-negara yang pro antara kedua belah pihak seperti Mesir, Arab Saudi yang pro SAF dan Uni Emirat Arab yang pro terhadap RSF, dalam kasus ini upaya tersebut dinilai untuk menjaga kepentingannya melalui stabilitas kawasan Timur Tengah termasuk stabilitas Laut Merah yang merupakan jalur perdagangan vital.

“Dalam kasus ini, Amerika Serikat jelas lebih memprioritaskan kepentingan geopolitik dibanding kejahatan kemanusiaan yang terjadi dan membutuhkan penanganan segera,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: