Pendemo dan Aktivis Ditangkap, Peneliti: Untuk Menutupi Fakta Kegagalan Rezim
Mediaumat.news – Banyaknya penangkapan pada pedemo dan aktivis sehingga Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut ketidakpuasan masyarakat terhadap demokrasi meningkat, dinilai adalah untuk menutupi fakta berbagai kegagalan rezim.
“Banyak hal yang bisa menjadi penyebabnya. Salah satunya adalah untuk menutupi fakta berbagai kegagalan, baik terkait ekonomi maupun politik,” ujar Dosen dan Peneliti Statistika Kuantitatif Dr. Kusman Sadik kepada Mediaumat.news, Senin (27/9/2021).
Menurut Kusman, kasus penangkapan para aktivis yang kritis, aksi penghapusan berbagai mural, dan sejenisnya, sangat jelas ada sikap yang dapat dikategorikan represif dari rezim.
“Secara umum, tidak akan ada seorang pun yang mau diperlakukan dengan cara-cara represif semacam itu,” ucapnya.
Sehingga, kata Kusman, hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) pada September 2021 yang menyebut “Ketidakpuasan terhadap demokrasi awalnya berada di angka 32,1 persen pada April 2021, dan saat ini naik menjadi 44,1 persen, hal itu bisa menjadi potret pandangan masyarakat terhadap sikap pemerintah saat ini. Artinya masyarakat semakin tidak puas terhadap sikap dan kebijakan pemerintah.
Pada sisi lain, ia melihat, masyarakat khususnya umat Islam justru bersikap kritis pada penguasa. Sebab hal itu merupakan perintah agama (muhasabah lil-hukmi) sebagai wujud amar makruf nahi mungkar. Sehingga serepresif apa pun penguasa tidak mungkin mampu membungkam umat Islam.
Kusman menilai, secara sistemis, semakin tinggi kesadaran masyarakat akan demokrasi, maka akan semakin tidak puas pada sistem demokrasi. Sebab faktanya demokrasi cenderung menjadi alat legitimasi demi menjaga kepentingan elite (eksekutif, legislatif, yudikatif), bukan untuk kepentingan rakyat.
Menukil dari buku “How Democracies Die” yang ditulis Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt pada tahun 2018, Kusman memaparkan bahwa demokrasi itu terancam mati secara perlahan dan sistematis akibat terjadinya perselingkuhan politik antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
“Bentuk perselingkuhan itu di antaranya adalah berupa lahirnya berbagai undang-undang yang berorientasi pada kepentingan lingkaran mereka semata,” pungkasnya.[] Agung Sumartono