Mediaumat.id – Penandatanganan undang-undang yang melindungi pernikahan sesama jenis oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden merupakan puncak kemenangan perjuangan kaum LBGT. “Ini adalah puncak dari kemenangan perjuangan kaum LBGT,” ujar Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) kepada Mediaumat.id, Jumat (16/12/2022).
Menurut UIY, penandatanganan UU Pernikahan Sesama Jenis merupakan kelanjutan dari putusan Mahkamah Konstitusi AS yang mengesahkan samesex marriage atau pernikahan sejenis pada beberapa tahun lalu. UU ini menegaskan pernikahan seperti itu adalah absah di seluruh negara bagian AS, dan siapa saja yang menolak justru akan dianggap menentang UU.
UIY mengatakan, kemenangan kaum LBGT tersebut setelah didapatkannya legal acceptancy (penerimaan hukum), setelah sebelumnya mendapat political acceptancy (penerimaan politik) melalui dukungan Partai Demokrat khususnya terhadap mereka.
Partai Demokrat, juga belakangan Partai Republik, memberikan dukungan politik kepada mereka karena jumlahnya secara politis tidak bisa diabaikan. Dan jumlah yang terus meningkat itu terjadi karena sudah sejak lama publik AS menerima keberadaan mereka sebagai bagian dari hak asasi manusia.” Inilah yang disebut social acceptancy (penerimaan sosial),” ucapnya.
UIY membeberkan, penandatanganan UU tersebut menggenapi lebih dari 30 negara yang juga sudah mengesahkan pernikahan serupa. Dan tampaknya akan terus bertambah jumlahnya di masa mendatang, mengingat LBGT telah dianggap sebagai bagian absah dari pilihan hidup manusia.
Dengan penandatanganan UU itu, kata UIY, dukungan terhadap LBGT telah resmi menjadi kebijakan AS. Itu pula yang tampak dari rencana kedatangan utusan khusus pemerintah AS untuk LBGTQI, yang meski batal, menunjukkan bagaimana pemerintah AS berusaha mendorong negara lain mengambil sikap serupa dengan mereka.
Terakhir, UIY menyarankan, cara untuk menghentikan LBGT tak lain dengan menghukum keras LBGT sesuai ajaran Islam. Homo dihukum mati, baik yang menghomoi dan yang dihomoi. Tapi hal itu pasti akan mendapat tantangan keras dari negara-negara Barat, seperti yang dialami oleh Rusia dan Brunei.
“Tak mengapa, karena bila dibiarkan mereka akan makin merajalela, hingga akhirnya makin kuat dan tak bisa dihentikan lagi pengaruhnya baik secara sosial, ekonomi, maupun politik dan hukum,” pungkasnya.[] Agung Sumartono