Pemred Al-Wa’ie: Pidato ‘Solusi Dua Negara’ Prabowo, Solusi Semu!

MediaUmat–  Selain melegitimasi penjajahan, solusi dua negara atas Palestina sebagaimana ditekankan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato perdananya di Sidang Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), justru dinilai sebagai solusi semu.

“Hanya melegitimasikan penjajahan, sekaligus solusi semu,” ujar Pemimpin Redaksi Majalah Al-Wa’ie Farid Wadjdi dalam rubrik Sorotan Dunia Islam, Rabu pagi (24/9/2025) di Radio Dakta 107.0 FM Bekasi.

Pasalnya, sejak awal entitas penjajah Yahudi sendiri bersikap tidak mengakui kemerdekaan wilayah jajahannya yaitu Palestina. “Sejak lama, bahkan sejak awal Israel itu menolak pengakuan terhadap Palestina,” sambung Farid.

“Saya ingin menegaskan kembali dukungan penuh Indonesia terhadap Solusi Dua Negara di Palestina. Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus mengakui dan menjamin keselamatan dan keamanan Israel,” demikian penggalan pidato tersebut.

Farid memandang, solusi dua negara lebih bersifat simbolis sebagaimana pengakuan Indonesia terhadap Deklarasi Kemerdekaan Palestina pada tahun 1988 hingga menjadi anggota ke-195 UNESCO pada 31 Oktober 2011, dan memperoleh status ‘negara’ (non-member observer state), dari sebelumnya hanya berstatus ‘entitas’ (non-member observer entity), dalam keputusan Sidang Majelis Umum PBB pada 29 November 2012.

Ditambah, tidak lantas kemudian pengakuan atas kemerdekaan Palestina ini menghentikan penjajahan oleh entitas Yahudi. “Kenyataannya pengakuan Palestina sebagai sebuah negara, itu tidak menghentikan penjajahan entitas penjajah Yahudi ini,” kata Farid.

Padahal seperti dilansir metrotvnews.com (22/9), setidaknya 65.300 warga Palestina tewas dalam perang genosida Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023. Tegasnya, persoalan utama Palestina sesungguhnya bukanlah sekadar status pengakuan negara. Tetapi penjajahan oleh entitas Yahudi, yang akan tuntas dengan mundurnya entitas Yahudi sebagai penjajah.

Paradoks

Kemudian, pidato Prabowo di Sidang Umum PBB yang digelar di New York, Amerika Serikat (AS), Selasa (23/9/2025), yang juga mengatakan bakal menjamin keselamatan dan keamanan Israel, secara tidak langsung juga dinilai paradoks.

Artinya, dengan menyatakan akan mengakui negara zionis bila Palestina diberi kemerdekaan atau mengakui eksistensi negara Palestina, sama saja melegitimasi penjajahan terhadap negeri Palestina.

Sebagaimana publik memahami, bercokolnya entitas Yahudi di Palestina adalah jelas ilegal dan merupakan penjajahan. Sementara apapun bentuknya, penjajahan bertentangan dengan prinsip anti-penjajahan yang sudah menjadi prinsip dasar politik luar negeri Indonesia.

“Ini jelas bertentangan dengan prinsip anti penjajahan yang menjadi dasar politik luar negeri kita,” tandasnya, seraya mengingatkan bahwa pengakuan terhadap Israel sebagai sebuah negara harusnya tidak bisa diterima dengan syarat apa pun.

Karenanya, menjadi keniscayaan untuk negeri-negeri muslim tak lagi bersandar kepada negara-negara Barat maupun PBB tentang penyelesaian persoalan Palestina.

Sebab, kata Farid, pada dasarnya PBB didesain lengkap dengan hak veto, hak untuk menolak setiap resolusi yang dianggap tidak sesuai bagi kepentingan salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yaitu Amerika Serikat, Cina, Prancis, Rusia, dan Inggris Raya.

Sebenarnya, kata Farid mengungkapkan, persoalan Palestina bisa diselesaikan oleh umat Islam sendiri. Tentunya melalui persatuan seluruh kaum muslim di bawah naungan daulah khilafah dengan salah satu cara memobilisasi kekuatan militer di negeri-negeri Muslim di seluruh dunia.

Demikian berangkat dari persatuan umat ini, selanjutnya bisa dipastikan bakal memberikan dampak yang signifikan. “Inilah yang akan memberikan dampak yang signifikan,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: