Mediaumat.info – Demokrasi tanpa oposisi atau pemerintahan tanpa oposisi sebagaimana yang diwacanakan Wakil Ketua Umum Golkar Bambang Soesatyo terjadi maka yang paling dirugikan adalah rakyat.
“Kalau itu terjadi maka yang paling dirugikan adalah rakyat,” ujar Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky dalam Bincang Bersama Sahabat Wahyu: Demokrasi Tanpa Oposisi, Mau Korupsi Gotong Royong? di kanal YouTube Bincang Bersama Sahabat Wahyu, Kamis (18/4/2024).
Wahyudi beralasan para politisi sudah pasti diuntungkan mendapatkan kursi kekuasaan, mendapatkan fasilitas, kewenangannya mendapatkan fasilitas-fasilitas kemudahan infrastruktur yang lain itu termasuk fasilitas untuk membuat kebijakan tersendiri.
“Maka tentu mereka sudah mendapatkan keuntungan itu baik keuntungan posisi, kewenangan, akses maupun bahkan mungkin finansial difasilitasi oleh negara,” tegasnya.
Sederet privilege (hak istimewa sosial) lainnya imbuhnya, termasuk mungkin dia punya kewenangan untuk membuat kebijakan apa pun yang bisa saja justru menguntungkan dirinya bukan menguntungkan rakyat maka dalam hal ini ketika itu terjadi yang paling diuntungkan adalah para politisi.
Sebaliknya, yang dirugikan pasti adalah rakyat dan negara ini karena kebijakannya pasti akan berpihak kepada para pihak politisi yang punya kewenangan tadi.
Ia menyebutkan, mungkin nanti nasib kekayaan alam yang sebenarnya milik rakyat itu bisa mereka kuasai semua, bisa mereka bagi-bagi di antara politisi itu kemudian mungkin mereka bagi-bagi dengan pihak asing, rakyat mungkin tidak akan mendapatkan apa-apa seperti hari ini.
“Di Papua ada yang sampai mati (kelaparan) karena di atas bumi yang kaya raya, di atas emas yang berlimpah itu, cara pengelolaan sistem kapitalis dengan sistem demokrasi sekuler hari ini,” tuturnya sambil mencontohkan.
Menurutnya, praktik politisi dengan sistem demokrasi sekulernya melahirkan kesenjangan yang luar biasa dan juga justru kalau ada gagasan ingin membuat koalisi besar dan menghilangkan oposisi ini justru akan melahirkan sikap gotong-royong tetapi dalam praktik korupsi.
Lanjut, ia menjelaskan mereka tidak sekedar menggarong APBN tapi mungkin sumber-sumber kekayaan alam, itu bisa mereka keluarkan izin, keluarkan kebijakan yang mereka bagi-bagi.
Masyarakat adalah Oposisi
Wahyudi juga menyatakan, dalam sistem Islam untuk membuat suatu keputusan perlu ada oposisi, oposisinya adalah semua masyarakat itu.
Menurutnya, harus ada pihak yang mengoreksi penguasa karena ada suatu kewajiban semua masyarakat dan harus ada sekelompok atau partai yang melakukan koreksi.
“Jadi dalam Islam itu harus ada oposisi yang selalu mengoreksi penguasa,” tegasnya.
Ia mengutip firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an yang mengatakan harus ada sekelompok orang atau partai itu wajib hukumnya untuk melakukan koreksi.
Jadi ujarnya, dalam Islam bukan oposisi wajib mengoreksi dan kelompok atau partai. Dalam Islam partai oposisi wajib adanya koreksi dari rakyat.
Ia juga menyebut, rakyat wajib juga mengoreksi sesuatu yang salah, itulah sistem pemerintahan Islam itu. Jadi sangat terkontrol, penguasa itu sangat bisa dikontrol kemudian bisa dikoreksi.
“Dalam Islam misalnya sekelas Khalifah Umar saja ketika dikoreksi oleh seorang wanita tidak perlu demo banyak-banyak, itu satu wanita saja mengoreksi dan itu memang benar, maka dia harus mengubah kebijakannya,” pungkasnya. [] Muhammad Nur
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat