Pemblokiran Rekening Nasabah oleh PPATK, Sebuah Kejahatan

 Pemblokiran Rekening Nasabah oleh PPATK, Sebuah Kejahatan

MediaUmat Kebijakan pemblokiran rekening nasabah yang tidak aktif selama tiga bulan secara tiba-tiba oleh pihak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), padahal tidak ada indikasi kejahatan, korupsi, dan pencucian uang, dinilai Pengamat Ekonomi Dr. Arim Nasim sebuah kejahatan.

“Masyarakat yang memiliki rekening tidak aktif selama tiga bulan, tiba-tiba diblokir. Padahal nasabah tidak ada indikasi kejahatan, tidak ada indikasi korupsi, tidak ada indikasi pencucian uang, tapi dengan semena-mena PPATK itu memblokir. Nah, tentu ini saya kira sebuah kejahatan,” ungkapnya dalam Kabar Petang: PPATK Bikin Resah? di kanal YouTube Khilafah News, Rabu (6/8/2025).

Menurutnya, hal ini merupakan pelanggaran negara terhadap hak konsumen atau nasabah. Terutama mereka yang memiliki tabungan tapi menurut kategori pemerintah itu tidak aktif.

“Kalau kita lihat berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 Peraturan PPATK sendiri, bahkan nomor 16 tahun 2017, termasuk juga peraturan OJK nomor 8 tahun 2023 di situ menyebutkan siapa pun ya termasuk PPATK itu tidak boleh melakukan pemblokiran rekening jika tidak ada indikasi pidana terhadap pemilik rekening tersebut,” bebernya.

Sehingga, paparnya, kalau pemblokiran ini tidak ada indikasi tindak pidana baik pencucian uang maupun korupsi, maka tidak ada hak bagi PPATK itu untuk memblokir rekening nasabah yang memang tidak ada indikasi tindak pidana.

Jadi, ujarnya, hal ini bukan hanya sekadar pelanggaran yang serius, tapi ini bentuk kezaliman yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini PPATK terhadap rakyat yang tidak bersalah dengan tiba-tiba uangnya harus dibekukan.

Justru, lanjutnya, kebijakan PPATK bukan hanya zalim dan tidak adil tapi merupakan tindakan kejahatan yang sudah memakan korban.

“Saya baca di beberapa media sosial karena tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu, tanpa ada juga peringatan, tiba-tiba kemudian dibekukan, maka ada nasabah yang dia kemudian menyimpan uang di situ, kemudian orang tuanya sakit, dia tidak bisa mengambil uang karena sudah diblokir oleh PPATK itu kan sampai akhirnya ya orang tuanya meninggal. Ini kan sudah kezaliman yang luar biasa ya,” bebernya.

Jadi, tegasnya, tindakan yang dilakukan oleh PPATK tanpa ada indikasi bahwa pemilik rekening itu melakukan tindak pidana tapi langsung diblokir yang akhirnya menimbulkan dampak negatif yang luar biasa. Terutama pada masyarakat kecil yang memang tidak berdaya karena menyimpan uang di bank itu dalam rangka untuk dana darurat.

Membabi Buta

Ungkapnya, kebijakan ini memang membabi buta dan tidak menyelesaikan masalah dari akar masalahnya.

Kritiknya, pemerintah melakukan pemblokiran rekening nasabah yang dianggap tidak aktif itu, selain diduga pencucian uang, ternyata juga khawatir digunakan untuk judi online.

“Nah, kemudian yang dikorbankan rakyat melalui pemblokiran rekening yang khawatir digunakan untuk judi online. Ini kan sebuah kebijakan yang saya kira tadi konyol yang tidak menggunakan nalar yang sehat dengan sasaran yang tepat,” cetusnya.

Padahal, tuturnya, kalau memetakan akar masalah ingin memberantas judi online bukan membekukan rekening, tapi justru yang harus dilakukan itu adalah menutup website yang ada indikasi dimanfaatkan untuk judi online bukan malah memblokir rekening nasabah.

“Nah, yang harus dilakukan itu kan memberantas judi online dan itu sebenarnya sangat mudah kalau mau itu kan yaitu apa? Blokir atau kemudian tutup website-website yang di sana ada indikasi digunakan untuk judi online bukan kemudian memblokir rekeningnya. Ini kan konyol menurut saya gitu kan. Jadi tidak sinkron antara masalah utama dengan solusi yang kemudian dilakukan,” kritiknya.

Terlihat, bebernya, pemerintah itu tidak kuasa untuk menutup website-website.

“Selama ini kan pemerintah lewat Kominfo misalnya dengan mudahnya mereka memblokir website yang katanya indikasi ada terorisme ya, menyebarkan paham-paham terorisme, paham-paham radikal ya. Tapi kenapa kok untuk memblokir website yang di situ kemudian indikasi ada perjudian itu enggak bisa dilakukan? Ini kan konyol. Artinya lagi-lagi rakyat yang dikorbankan. Sementara para penjudi lewat website-nya mereka berlenggang saja bebas,” ungkapnya.

“Saya pernah membaca juga sebuah tindakan yang konyol misalnya itu kan ketika pihak kepolisian merazia HP warga ya ini kaitannya dengan judi online yang kedapatan di HP-nya itu ada situs judi online kemudian dihapus dan kemudian istilahnya itu disita handphone-nya. Nah, ini kan konyol gitu kan. Kenapa kok tidak ditutup aja gitu kan website yang di sana ada indikasi dimanfaatkan untuk judi online,” imbuhnya.

Sekali lagi, tutupnya, hal ini menunjukkan ketidakberdayaan pemerintah dalam menghadapi kasus judi online.

Ia juga beranggapan, bahwa judi online pasti di-backing oleh aparat di belakangnya. Seperti aparat di Menkominfo dulu yang ternyata menjadi bandar judi.[] Novita Ratnasari

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *