Pejabat Ramai-Ramai Menyerang Islam, Pamong Institute: Sangat Benci terhadap Islam
Mediaumat.id – Banyaknya pejabat di era Jokowi yang menyerang Islam dinilai Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky karena sangat bencinya terhadap Islam.
“Kita bisa melihat memang ada beberapa pejabat yang menyerang Islam. Mungkin dimulai dari fobia terhadap Islam sampai akhirnya menyerang Islam, itu karena saking bencinya,” ungkapnya di acara Bincang Bersama Sahabat Wahyu: Waspada! Islam Dituding Agama Pendatang & Istilah Khilafah Dipelesetkan, Sabtu (5/11/2022) melalui kanal You Tube Jakarta Qolbu Dakwah.
Seperti pernyataan Menteri Agama yang mengatakan Islam sebagai pendatang itu menyinggung sekali perasaan umat Islam. Kemudian ada komisaris Pelni yang mengolok-olok ajaran Islam khilafah.
“Mereka miskin moral, miskin adab dan mulutnya tidak baik. Semestinya mereka minta maaf lalu mundur karena tidak layak jadi pejabat,” kritik Wahyudi.
Menurut Wahyudi, para pejabat itu jika belum mampu menyejahterakan rakyat, membahagiakan rakyat jangan ditambah dengan ucapan buruk yang menyakitkan rakyat.
Pernyataan Menteri Agama, Islam sebagai agama pendatang ini pernyataan gegabah, amoral dan tidak memahami fakta historical. “Jadi kalau dia bilang Islam agama pendatang, memang hanya Islam yang pendatang? Demokrasi juga ajaran pendatang. Agama-agama lain juga pendatang semua. Kenapa yang dipersoalkan hanya Islam? Ini menurut saya sangat tendensius,” tukasnya.
Dalam konteks kehadiran di muka bumi, kata Wahyudi, Islam itu bukan datang. Islam itu diturunkan di bumi oleh Allah SWT dan bumi ini ciptaan Allah SWT sehingga Islam itu datang di bumi Allah SWT. “Jadi Islam tidak sebagai pendatang tapi kita yang datang di bumi ini kemudian diatur oleh syariat Allah. Allah yang mengatur, Allah yang menciptakan. Jadi Allah itu yang menciptakan manusia, bumi dan kehidupan serta aturan-aturanNya,” tandasnya.
Demokrasi Banyak Cacat
Wahyudi juga mengkritisi pernyataan Mahfud MD yang menyatakan demokrasi ada cacatnya, khilafah pun ada cacatnya. “Artinya dia mengakui cacatnya demokrasi tapi tidak ingin demokrasi itu diganti dengan khilafah. Kan gitu bahasanya,” sindirnya.
Ini, mencerminkan ketidakpahaman terhadap sistem khilafah dan kurang paham juga dengan sistem demokrasi. “Bahwa demokrasi banyak cacat dia sudah akui. Tapi dia tidak membandingkan mana yang lebih baik antara sistem demokrasi dan sistem khilafah. Dari segi historis seperti apa, dari segi dalil dan kewajiban untuk menerapkan yang mana harus diterapkan, Dari sudut pandangan mana yang layak untuk dijadikan pandangan atau dijadikan acuan. Nah ini menurut saya, perlu ada penjelasan lebih lanjut,” kritiknya.
Dari sisi historis, khilafah lebih modern dibanding demokrasi. Demokrasi lahir 508 tahun sebelum Masehi, khilafah 1000 tahun kemudian. “Jadi secara historis yang lebih kuno itu demokrasi. Karena demokrasi mengoreksi otokrasi berarti otokrasi telah disempurnakan oleh demokrasi. Tapi demokrasi masih cacat maka disempurnakan oleh sistem Islam. Jadi kalau diurutkan begitu,” terangnya.
Wahyudi memberikan catatan, para pencetus demokrasi sendiri seperti Socrates, Plato, Aristoteles malah mengkritik gagasannya, mengkhawatirkan gagasannya. “Kenapa Mahfud justru lebih yakin bahwa demokrasi itu lebih baik? Saya pikir ini persoalan serius dalam konteks kejujuran terhadap intelektualitas,” cetusnya.
Jadi, sambungnya, kalau sudah mengakui demokrasi banyak cacat ini malah menutup diri dan mengatakan khilafah juga ada cacat. Kalau mau fair harusnya dibuka perdebatan tentang perbandingan sistem demokrasi dengan sistem khilafah.
Bahaya
Wahyudi mengatakan, dampak pernyataan para pejabat itu berbahaya bagi kehidupan rakyat, berbangsa dan bernegara.
“Ketika pejabat yang mengatakan, direkam oleh TV, direkam oleh media sosial, disebarluaskan oleh berbagai media. Nah itu menurut saya ini yang berbahaya, karena menimbulkan kegaduhan masyarakat, di tengah penderitaan rakyat,” ungkapnya.
Wahyudi menduga, ada unsur kesengajaan dari pernyataan para pejabat itu. “Ini merupakan strategi politik untuk membuat rakyat terlupakan dengan masalah utamanya,” duganya.
Terakhir, Wahyudi berpesan, agar para pejabat itu tidak selalu menyakiti hati rakyat. Kalau rakyat disakiti ini akan menjadi bom waktu yang bisa memunculkan kebencian di antara sesama anak bangsa dan bahkan kepada sesama penguasa. Kalau itu terjadi maka negeri ini menjadi negeri yang sangat lemah dan rawan konflik.
“Ini harus segera dihentikan. Kemudian dibangun narasi yang keluar dari pejabat itu mempersatukan, membuat rakyat bangga, membuat rakyat semangat, membuat rakyat memiliki modal sosial yang kuat untuk menghadapi berbagai kerusakan. Bukan justru membuat kegaduhan,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun