PBB dan Negara-Negara Kawasan Perbarui Upaya Integrasi Afghanistan ke dalam Tatanan Sekuler Global

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam beberapa hari terakhir meningkatkan intensitas aktivitasnya di Afghanistan sebagai bagian dari upaya internasional untuk mendorong rezim yang berkuasa agar lebih terbuka terhadap tatanan sekuler global. Langkah ini ditandai dengan kunjungan Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan ke Kabul dan Kandahar, serta undangan kepada Menteri Luar Negeri Afghanistan, Amir Khan Muttaqi, ke Qatar.
Kantor Media Hizbut Tahrir Wilayah Afghanistan menanggapi perkembangan ini dengan menyebut bahwa upaya PBB yang dikenal sebagai “peta jalan” integrasi telah menghadapi kebuntuan. Menurut Hizb ut Tahrir, hal ini terjadi karena kepemimpinan Taliban menolak melakukan perubahan mendasar yang diharapkan Barat.
Meski demikian, Amerika Serikat sebagai motor utama agenda ini disebut tidak akan tinggal diam. Dengan mengombinasikan tekanan dan bujukan politik, Washington disebut terus berupaya mendorong rezim Taliban agar meninggalkan identitas Islaminya secara bertahap. “Strategi ‘carrot and stick’ digunakan melalui pencabutan sanksi terhadap individu tertentu serta penghentian bantuan internasional untuk menekan kepatuhan rezim,” sebut pernyataan Hizbut Tahrir.
Selain itu, Amerika disebut menggunakan jalur tidak langsung melalui lembaga internasional seperti PBB dan negara mitra seperti Qatar untuk melunakkan posisi rezim Taliban. Taktik yang juga digunakan, menurut Hizb ut Tahrir, adalah menciptakan friksi internal dengan pelabelan “moderat” dan “ekstremis” terhadap unsur-unsur dalam pemerintahan.
Qatar, yang dinilai sebagai perpanjangan tangan kebijakan Barat di kawasan, memainkan peran penting dalam manuver diplomatik ini. Bersama PBB, negara Teluk tersebut berupaya menawarkan insentif politik kepada faksi-faksi dalam rezim untuk mengarahkan mereka ke jalur sekuler.
Pernyataan Amir Khan Muttaqi dalam wawancara dengan Al Jazeera disebut sebagai bukti dari pengaruh pendekatan ini. Ia mengajak komunitas internasional menjadikan Afghanistan sebagai arena “persaingan ekonomi positif.” Namun Hizb ut Tahrir memperingatkan bahwa persaingan semacam itu kerap digunakan sebagai kedok penetrasi asing dan kolonialisme ekonomi dalam negara-negara lemah.
Mengenai Palestina, Muttaqi menyatakan bahwa pemerintahnya memiliki tanggung jawab moral. Namun Hizb ut Tahrir menegaskan bahwa tanggung jawab terhadap Palestina bagi umat Islam bukan sekadar moral, melainkan kewajiban syar’i yang menuntut tindakan nyata—seperti pengerahan militer untuk membela kaum tertindas.
Muttaqi juga menyerukan kepada mantan Presiden AS Donald Trump agar menunjukkan “keberanian politik” dalam isu Afghanistan. Hizb ut Tahrir menanggapi pernyataan itu dengan mempertanyakan keberanian penguasa Muslim sendiri dalam menegakkan kembali Khilafah Rasyidah berdasarkan metode kenabian dan menjalankan kebijakan luar negeri yang berlandaskan dakwah dan jihad.
“Berani menyuarakan kebenaran Islam bukanlah sikap politik biasa—ia menuntut keyakinan dan keberanian sejati,” ujar Hizb ut Tahrir, mengutip ayat Al-Qur’an:
[الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالَاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلَا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلَّا اللَّهَ]
[Mereka adalah] orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan tidak takut kepada siapa pun selain Allah.” (QS. Al-Ahzab: 39)
Sumber : hizb-ut-tahrir.info