Parlemen dan Majelis Umat

 Parlemen dan Majelis Umat

Bubarkan DPR!. Tuntutan ini menggema nyaring di tengah rentetan aksi rakyat di berbagai wilayah tanah air akhir agustus lalu. Demonstrasi yang berubah menjadi anarki. Diikuti pembakaran kantor polisi dan gedung DPRD di beberapa Provinsi. Rumah beberapa anggota DPR dan Menteri Keuangan tak luput dari penjarahan oleh massa.

Peristiwa mencekam tersebut buah dari frustasi masyarakat yang tak tersalurkan lewat lembaga yang katanya mewakili mereka. Mereka melihat anggota DPR tidak bekerja untuk mereka. Kesulitan hidup rakyat berbanding terbalik dengan kehidupan glamor yang kerap dipertontonkan anggota dewan. Mereka masih mengeluh dengan tunjangan rumah Rp 50 Juta per bulan. Padahal bagi mayoritas rakyat Indonesia uang sebanyak itu adalah kemewahan. Protes rakyat yang didorong oleh himpitan hidup yang kian mencekik justru ditanggapi dengan kata-kata tak pantas dan joget riang gembira. Di sisi lain, anggaran DPR justru naik 47,8% tahun 2026 di tengah berbagai efisiensi yang dilakukan kementerian dan pemerintah daerah. Sementara kebijakan pemerintah yang memboroskan anggaran negara lolos begitu saja tanpa pengawasan berarti dari DPR.

Tuntutan pembubaran tersebut dianggap mustahil terjadi bagi sebagian kalangan. Konstitusi telah mengantisipasinya.  Amandemen ketiga UUD 1945 yang menambahkan pasal 7 c membuat DPR tidak dapat dibubarkan oleh lembaga manapun. Dulu Presiden Soekarno dengan Dekrit Presiden berhasil membubarkan Konstituante, parlemen masa itu. Presiden Gus Dur terinspirasi untuk mencontohnya, namun gagal dan  malah berujung pemakzulan dirinya oleh MPR.

Dalam kondisi seperti saat ini, kembali menyeruak satu pertanyaan yang sangat mendasar. Apakah lembaga seperti DPR diperlukan? Lembaga yang keberadaannya terasa membebani. Anggaran negara dialokasikan sangat besar untuk gaji dan operasional anggotanya yang mencapai 580 orang. Ditarik dari pajak yang membebani rakyat. Namun kinerjanya lirih tak terdengar. Justru yang menonjol adalah berbagai kasus korupsi, pamer kemewahan, dan berbagai blunder yang menunjukkan rendahnya profesionalitas.

Dalam sistem demokrasi, keberadaan DPR atau parlemen adalah prasyarat wajib sebuah negara demokrasi. Lembaga ini adalah pilar yang menjadi wujud kedaulatan rakyat. Negara demokrasi berarti negara tersebut diatur oleh aturan main yang berasal dari rakyat negara itu sendiri. Dirumuskan oleh lembaga yang mewakili mereka, yakni parlemen. Produknya adalah Undang-Undang (UU). Bersama Pemerintah (eksekutif), mereka menyepakati Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai dasar mengelola keuangan negara. Selain itu mereka juga bertugas mengawasi kerja pemerintah. Maka negara demokrasi tanpa DPR seperti tubuh tanpa nyawa.Semua tugas-tugas parlemen menjadi perlambang kedaulatan rakyat atas pengelolaan negara. Filosofisnya, negara dijalankan oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Meski dalam realitasnya kelompok yang dianggap perwujudan rakyat tidaklah benar-benar mewakili kepentingan rakyat. Aksi protes massa disertai kerusuhan yang terjadi di Indonesia belakangan ini adalah bukti kesalahan logika filosofis demokrasi.

Di belahan dunia lain, keberadaan parlemen tidak selalu merupakan wujud kekuasaan rakyat. Di negara yang dianggap maju dalam pengelolaan negara seperti Inggris, parlemennya mewakili model yang berbeda. Parlemen tidak hanya representatif rakyat, tapi juga perwujudan nilai-nilai konservatif dan wujud kekuasaan monarki. Di Inggris, parlemen terdiri dari dua kamar yakni House Of Commons dan House Of Lords. Anggota House of Commons dipilih oleh rakyat lewat pemilu. Sementara anggota House of Lords adalah hasil penunjukan dari Monarki yang berkuasa di Inggris. Menariknya, masa jabatan mereka berlaku seumur hidup, tidak mengikuti siklus pemilu 5 tahunan. Komposisi anggotanya terdiri dari Life Peers,  sebanyak 86%, ditunjuk oleh Kerajaan karena dianggap berprestasi dan berjasa berdasarkan usulan dari Perdana Menteri. Sisanya adalah Hereditary Peers  11%, dan Bishop yakni para pimpinan senior gereja Inggris sebanyak 3%. Hereditary Peers ini mendapatkan jabatan sebagai anggota parlemen berkat status sebagai keturunan bangsawan kerajaan. Jabatan mereka ini diwariskan turun temurun. Komposisi mereka yang saat ini hanya tersisa 11% adalah buah dari protes keras warga Inggris yang meminta reformasi terhadap sistem perwakilan parlemen. Persentase mereka sebelum reformasi lebih banyak lagi. Dalam hal wewenang, baik  House of Commons maupun House of Lords turut membentuk Undang-Undang (UU), mengawasi eksekutif, dan meminta pertanggungjawaban pemerintah. Saat ini House of Lords memiliki 805 anggota sedangkan House of Commons sebanyak 650 anggota. Alasan dibalik dipertahankannya komposisi parlemen seperti ini adalah agar parlemen tidak terlalu terkooptasi dengan politik jangka pendek dan tekanan popularitas. Anggota parlemen jalur pemilu harus menghadapi tekanan 5 tahunan. Agar terpilih kembali, mereka harus populer di mata konstituen sehingga sering harus tunduk pada keinginan rakyat kebanyakan yang sering kali tidak rasional. Sementara anggota parlemen yang tidak bertanggung jawab kepada konstituen tiap 5 tahunan, dianggap mampu mengangkat isu-isu pemerintahan yang penting meski tidak populer di mata konstituen. Landasan mereka adalah nilai-nilai konservatif, yakni nilai-nilai tradisional Inggris yang memang sejak dahulu menganut sistem Kerajaan dalam kehidupan bernegara.

Selain model dalam sistem monarki, contoh model lainnya adalah Majelis Umat. Model seperti ini belum lagi diterapkan kembali sejak keruntuhan Khilafah Islam pada 1924. Aspek paling menonjol yang membedakan majelis umat dengan parlemen baik dari sistem demokrasi maupun monarki terletak pada otoritas membuat hukum. Majelis umat sendiri adalah perwakilan rakyat dalam negara yang menerapkan Islam. Namun entitas ini tidak dilengkapi otoritas legislasi dalam pengertian menciptakan hukum. Sebab sumber hukum dalam sistem Islam bukan kedaulatan rakyat, tapi otoritas Syara. Namun begitu bukan berarti majelis umat kehilangan peran pentingnya sebagai representasi dari rakyat. Majelis umat adalah lembaga resmi mewakili rakyat. Pemimpin negara yakni Khalifah meminta pendapat dan masukan dari lembaga ini. Majelis dapat memberi masukan pada kebijakan dan masalah praktis pengurusan kepentingan publik yang bukan masuk ranah hukum syara dan hukum yang memerlukan kepakaran teknis. Lembaga ini juga bertugas mengontrol dan mengoreksi pemerintahan dari tingkat pimpinan tertinggi hingga ke level birokrasinya.

Keanggotaan majelis umat didapatkan lewat proses pemilihan oleh konstituen yakni rakyat di suatu wilayah dalam teritori daulah. Masa keanggotaannya dibatasi sebagaimana umumnya akad perwakilan yang memiliki batas waktu. Lima tahun merupakan masa yang cukup umum untuk batas masa keanggotaan tersebut. Majelis umat terdiri dari muslim baik laki-laki dan perempuan yang telah baligh. Non muslim pun berhak menjadi anggota majelis umat untuk mewakili warga mereka dalam berbagai kepengurusan negara terhadap mereka.

Dengan model seperti ini, blunder dalam memproduksi hukum dalam sistem demokratis dapat diminimalisir karena sangat minim bias kepentingan. Hukum hanya diadopsi oleh Kepala Negara dari hukum syara. Bukan dari kesepakatan berbagai kepentingan di parlemen. Proses pemerintahan dapat lebih efektif dan efisien karena secara drastis tahapan dalam produksi kebijakan akan berkurang. Proses legislasi dalam model sistem Islam ini juga mengurangi potensi saling sandera antara lembaga parlemen dengan lembaga pelaksana kebijakan seperti eksekutif. Karena otoritas berada ditangan Kepala Negara. Kekhawatiran akan munculnya otoritarianisme ditepis oleh asal sumber hukum, yakni hukum Islam bukan semata kehendak Kepala Negara pribadi. Model seperti inilah yang kiranya mampu menjawab tantangan kehidupan bermasyarakat dan bernegara kontemporer saat ini.

Muhammad K (ISGOV – Islamic Governance Initiative)

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *