Pancasila Jadi Mata Ujian Nasional, Lebih Baik Kuatkan Pemahaman Agama

MediaUmat – Berkenaan usulan agar Pancasila dijadikan mata ujian nasional, Direktur Siyasah Institute Iwan Januar mengatakan lebih baik menguatkan pondasi dan pemahaman agama.
“Lebih baik para pelajar ini dikuatkan pondasi dan pemahaman agamanya,” tuturnya kepada media-umat.com, Sabtu (19/7/2025).
Menurutnya, justru agamalah yang punya dampak besar dalam kepribadian masyarakat, khususnya pelajar. Sebab, di dalam agama terdapat dorongan keimanan yang merupakan dasar/pondasi untuk seseorang jadi taat serta memiliki budi pekerti luhur.
“Para pelajar yang dikuatkan pondasi keimanannya akan semakin taat dengan aturan agama dan berbudi pekerti yang luhur,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) akan mengusulkan kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti agar Pancasila bisa kembali menjadi salah satu mata ujian nasional.
Hal itu disampaikan Kepala BPIP Yudian Wahyudi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Jakarta, Kamis (17/7).
Yudian berdalih, usulan itu merupakan salah satu bentuk menghadirkan kembali mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang sempat ada di pelajaran sekolah di masa Orde Baru (Orba).
Sulit Tercapai
Di saat yang sama, Iwan pesimis tujuan dari usulan tersebut yang di antaranya agar para siswa menjiwai Pancasila, bisa tercapai.
Pasalnya, nilai sosial bangsa Indonesia saat ini adalah liberalisme yang tampak jelas dari makin maraknya pergaulan bebas, pembangkangan pada orang tua, LGBT, hingga penyalahgunaan narkoba.
Belum lagi makin masifnya budaya luar negeri yang masuk ke tanah air lewat media sosial, semisal budaya K-Pop dan western, yang juga menggerus nilai sosial.
Bahkan secara ekonomi, betapa anak-anak muda merasakan kehidupan makin kapitalistik. “Pelayanan publik serba berbayar seperti sekolah, kuliah, kesehatan, dan sebagainya, sumber daya alam juga dikuasai swasta lokal, asing dan aseng,” kata Iwan memisalkan.
Dengan kata lain, kalau hanya sebatas hafalan atau beropini sebagaimana dilakukan, tegasnya, maka terus terang tujuan ini sulit tercapai. Jangankan diterapkan, pelajar dan anak-anak muda hari ini kesulitan melihat implementasi Pancasila dalam kehidupan nyata.
Apalagi, mereka makin melek melihat kelakuan para pejabat dan wakil rakyat yang bertolak belakang dengan nilai Pancasila. Sebutlah korupsi, rangkap jabatan, pamer (flexing) kekayaan, dsb.
Artinya, untuk menjadikan seseorang berbudi pekerti luhur dalam konteks Pancasila diperlukan upaya terpadu yang melibatkan pendidikan, keteladanan, dan pembiasaan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, sebagaimana diketahui bersama, BPIP yang digadang-gadang menjadi lembaga yang bertugas membina, mengawal, dan membumikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara justru mencontohkan sikap intoleran.
“Publik tidak bakal lupa kejadian pelarangan busana Muslimah untuk para siswi anggota Paskibraka beberapa tahun silam lalu,” ungkap Iwan, seputar sikap BPIP melarang berkerudung bagi siswi dimaksud yang lantas menuai kecaman dari beberapa pihak termasuk MUI dan Muhammadiyah kala itu.
Untuk itu, kembali Iwan mengingatkan, kalau tujuannya untuk penghayatan nilai Pancasila itu sulit bukan main. Karena, kebanyakan para pemangku kebijakan publik tak menunjukkan sebagai sosok teladan yang berbudi pekerti luhur. “Orang tua yang jadi pejabat saja tidak mencontohkan perilaku budi pekerti yang luhur” pungkasnya.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat