Pamong Institute: Papua Ingin Memisahkan Diri karena Tidak Terpenuhi Kesejahteraan

 Pamong Institute: Papua Ingin Memisahkan Diri karena Tidak Terpenuhi Kesejahteraan

Mediaumat.id – Gerakan separatisme yang terjadi di Papua dalam penilaian Direktur Pamong Institut Wahyudi al-Maroky karena tidak terpenuhi kehidupan aman, nyaman, dan sejahtera.

“Adanya isu orang ingin memisahkan diri itu karena merasa tidak terpenuhi kehidupan yang aman, sejahtera, nyaman dan bahagia,” ujarnya di acara Perspektif: TNI Tewas dan Disandera, KST Papua Merajalela, Penguasa Kemana?! melalui kanal YouTube Pusat Kajian dan Analis Data, Rabu (19/4/2023).

Seandainya, orang-orang Papua itu merasa nyaman, bahagia semua terpenuhi ketika bergabung dengan NKRI, lanjut Wahyudi, ngapain repot-repot minta merdeka, melakukan gerakan separatism.

Ini berarti ada sesuatu yang belum terpenuhi. “Saya melihat memang ada kesenjangan ekonomi yang cukup tinggi. Meski Papua itu kaya tetapi kesenjangan ekonomi tidak bisa ditutupi,” ujarnya.

Ia lalu memberikan contoh perbandingan biaya tiket pesawat antara Merauke-Jakarta yang lebih mahal ketimbang Jakarta-Shanghai Cina. “Bagaimana mungkin tiket ke luar negeri jauh lebih murah dibandingkan sesama dalam negeri,” herannya.

Jadi, lanjutnya, isu memisahkan diri masih terus tumbuh karena belum dirasakan nyaman baik dari segi keamanan, kesejahteraan, politik, pendidikan, kesehatan. “Itu semua belum terlayani dengan baik, termasuk infrastrukturnya,” ucap Wahyudi.

Wahyudi berharap tindakan kekerasan dan gangguan keamanan harus segera diakhiri. Dan yang bisa mengakhirinya tentu pihak-pihak yang punya kewenangan.

“Yang punya kewenangan adalah pemerintah. Dia punya kewenangan, punya kemauan untuk menyelesaikan masalah dan punya cara pandang yang benar terhadap persoalan Papua,” tandasnya.

Pandangan yang benar ini penting, kata Wahyudi, agar tidak mendudukkan gerakan separatis sebagai kelompok kriminal atau kelompok teroris, karena definisi akan menentukan apa yang harus dilakukan. “Kalau gerakan separatis akan dihadapi TNI, kalau kriminal bersenjata akan dihadapi kepolisian,” imbuhnya.

Wahyudi juga melihat bahwa kekayaan alam di Papua itu sangat melimpah tapi yang menikmati bukan orang Papua. “Di sana ada gunung emas Grasberg, tapi tidak jauh dari situ masih banyak anak yang gizi buruk. Ini kan di luar nalar,” sesalnya.

Dengan kekayaan itu, lanjut Wahyudi, Papua harusnya bisa mengejar ketertinggalannya terhadap daerah-daerah lain di Indonesia. Kebijakan khusus memang diberikan untuk Papua tetapi gangguan keamanan yang berlarut-larut tidak diselesaikan oleh negara membuat kebijakan khusus itu tidak menyelesaikan masalah.

Ia menyesalkan sikap pemerintah yang menutup pintu dialog untuk beradu argumen dalam menyelesaikan masalah Papua.

“Rezim ini menutup celah berdialog untuk menghasilkan rasionalitas yang tinggi mencari solusi secara cerdas, sehingga yang muncul adalah tindakan irasional yang menimbulkan kekerasan,” tukasnya.

Kalau bisa diselesaikan dengan dialog, ujar Wahyudi, ini akan mengeliminasi keinginan untuk melakukan kekerasan. “Kalau masih muncul kekerasan berarti pemerintah gagal meyakinkan masyarakat Papua hidup nyaman bersama negeri ini,” nilainya.

Ia menyarankan agar ada kebijakan yang simultan, pembinaan pemahaman, kejelasan harus ditingkatkan, bersamaan dengan jaminan keamanan harus dijalankan.

“Pemimpin negeri ini dibayar oleh rakyat dengan menggunakan fasilitas rakyat mestinya berpikir untuk rakyat dan bagaimana menjamin keamanan rakyat Papua dan juga rakyat Indonesia secara umum,” jelasnya.

Dengan jaminan ini, terang Wahyudi, orang Papua bisa merasa nyaman, bisa merasa sejahtera, bisa merasa cerdas, merasa bahagia di sana. “Dan kalau itu terjadi tidak perlu lagi ada gerakan-gerakan yang menimbulkan kekacauan atau gerakan kriminal,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *