Pamong Institute: Cari Kendaraan Politik, Jokowi Inkonsisten

MediaUmat – Masuknya Jokowi dalam bursa calon ketua umum PSI, dinilai Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky sebagai bentuk inkonsistensi.
“Jadi ini menunjukkan inkonsistensi,” ujarnya dalam Kabar Petang: Jokowi Cari Kendaraan Politik, Pergolakan Makin Mencekam? di kanal YouTube Khilafah News, Sabtu (31/5/2025).
Karena, sebut Wahyudi, dulu janjinya (Jokowi) tidak ingin terlibat dalam kekuasaan, tapi ujungnya (malah) lari ke partai. “Dan itu dicatat oleh jejak digital yang tak mudah dihapus, dan tercatat rapih,” ulasnya.
Ini, jelas Wahyudi, menunjukkan ada langkah-langkah yang dilakukan oleh Jokowi untuk melakukan komunikasi politik atau langkah politik yang membangun komunikasi politik, untuk kemudian akan menuju kepada kesepakatan-kesepakatan politik, yang akhirnya dia akan membangun kerja sama politik.
“Dan kalau itu terjadi, maka itulah langkah yang akan terjadi, mungkin ke depan muncul langkah-langkah politik yang lebih riil, untuk menuju pada panggung kekuasaan, menunjukkan pengaruhnya di dunia politik kembali,” bebernya.
Berbeda dengan Presiden Sebelumnya
Wahyudi menyebut, ini tentu berbeda dengan presiden-presiden sebelumnya. “Kalau kita lihat SBY, Megawati, kan dia sudah selesai, tidak hingar-bingar lagi. (Berbeda dengan Jokowi,) ada langkah-langkah yang nampak dilakukan oleh Jokowi untuk menjaga momentum politiknya,” ungkapnya.
Posisi Strategis
Terkait dengan posisi ketua umum partai yang itu disebut-sebut “diincar” Jokowi, menurut Wahyudi, ketua umum partai itu posisi yang sangat strategis.
“Apalagi dalam sistem politik sekuler hari ini yang basis masyarakatnya masih sangat figuritas,” ujarnya.
Tingkat kesadaran politiknya masih sangat rendah, semua sangat tergantung kepada figur tertentu. Sehingga, apa pun nanti yang diputuskan oleh ketua umum partai, itu menjadi keputusan politik partai itu, yang bisa diambil keputusan-keputusan strategis.
“Itulah yang menjadi penting mengambil posisi ketua umum partai di era politik praktis hari ini dalam sistem demokrasi sekuler ini, di mana kesadaran masyarakatnya masih sangat rendah dalam pemahaman politiknya,” terangnya.
Ia menggambarkan bagaimana figuritas masyarakat (saat ini), terhadap satu sosok politisi tertentu.
“Sehingga kalau politisi tersebut bisa menjadi ketua umum partai, maka keputusan ketua umum itu menjadi keputusan partai dan itu bisa membuat kebijakan-kebijakan dan memengaruhi kebijakan-kebijakan politik di negeri ini, termasuk bisa menggalang kerja sama dengan partai lain, kemudian membangun koalisi dengan partai lain,” paparnya.
Kalkulasi Politik
Menurutnya, (koalisi politik itu) tentu semua ada hitungan-hitungan politiknya atau kalkulasi politiknya, dan termasuk juga ada kesepakatan-kesepakatan politik yang tentu menguntungkan bagi mereka.
“Itulah pentingnya kenapa mereka berlomba untuk menjadi ketua umum partai yang kelak bisa mengambil keputusan penting dan itu bisa menjadi posisi kunci atau disebut king maker,” pungkasnya.[] ‘Aziimatul Azka
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat