Pamong Institute: Badai PHK Bisa Berdampak Lima Kali Lipat

Mediaumat.info – Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky menilai dampak lanjutan dari badai pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa lima kali lipat lebih besar dibandingkan data yang ada.
“Kalau dibilang Sritex PHK 10.000, itu jangan dianggap yang terdampak cuma 10.000 orang itu, di belakang orang-orang itu ada anak, ada istri, serta ada keluarganya, belum lagi kalau di rumah itu ada pihak keluarga lain. Artinya kalau 10.000 yang berdampak di PHK, maka dampak lanjutannya itu bisa dikalikan lima dari jumlah itu. Jadi betul-betul dengan jumlah keluarga yang begitu besar, kalau kita hitung dampaknya akan jauh lebih besar, bisa lima kali lipat dampaknya itu,” bebernya dalam Bincang Bersama Sahabat Wahyu: Badai PHK di Bulan Ramadhan, Indonesia Gelap Itu Cuma Omon-Omon? di kanal YouTube Bincang Bersama Sahabat Wahyu, Senin (10/03/2025).
Menurutnya, badai PHK bukan perkara yang ringan atau sepele, karena ini menyangkut perut orang dan nasib orang sebenarnya. “Ini yang namanya badai PHK gawat sebenarnya,” cetusnya.
PHK, jelasnya, bisa berdampak pada pendapatan. Pendapatan terkait dengan daya beli. Jika daya beli tidak ada maka mengakibatkan orang memproduksi barang tidak ada yang membeli. Alhasil perputaran ekonomi melambat atau bahkan tidak terjadi, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
“Nah artinya dampak perputaran ekonomi pun akan muncul di situ,” cetusnya.
Kemudian, imbuhnya, yang mengerikan adalah dampak sosial. Ilustrasi sederhananya, orang lapar namun tidak bekerja, mengakibatkan daya belinya rendah, dan berujung putus sekolah.
“Bayangkan akan berapa anak yang mungkin tidak mampu bisa melanjutkan sekolah, itu bisa turun jauh sekali gitu. Artinya, berdampak juga terhadap kualitas SDM manusia Indonesia, kecerdasannya dan pendidikannya,” terangnya.
Ditambah, lanjut Wahyudi, tingkat kriminal kemungkinan akan meningkat. “Badai PHK ini bisa jadi bom waktu, kalau orang di-PHK itu persoalan perut yang lapar dan emosi yang tidak terkendali nanti. Nah, ini berbahaya,” ujarnya.
Jadi, ungkapnya, kalau angka yang dikeluarkan oleh Kementerian tenaga kerja itu 77.965 pekerja yang di-PHK, maka itu angka pengangguran yang kena PHK belum ditambah jumlah pengangguran yang tak nampak. Maksudnya, orang yang punya keahlian A, namun mengerjakan pekerjaan B. Jadi akan menyebabkan jumlah pengangguran di negeri ini.
“Misalnya seorang sarjana komputer, tapi tidak ada pekerjaan di bidang komputer, akhirnya bertani atau sarjana pertanian, karena lahannya enggak ada, akhirnya ngojek. Ini kan bahasanya pengangguran tak nampak. Sebenarnya dia nganggur tidak sesuai profesinya tapi enggak nampak karena kelihatan ada kerjaan,” tutupnya.[] Novita Ratnasari
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat