MediaUmat – Pakar Perkereta-apian Dr.-Eng. Ahmad Sugiana, M.T. menyatakan memang banyak proyek-proyek infrastruktur itu dipaksakan salah satunya kasus Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh.
“Memang banyak proyek-proyek salah satunya infrastruktur itu dipaksakan,” ujarnya dalam Fokus Reguler: Patgulipat Kereta Cepat, Ahad (26/10/2025) melalui kanal YouTube UIY Official.
Pasalnya, sebut Ahmad, banyak intervensi dan sangat tidak realistis. Pada sisi yang lain menurutnya kadang teknisnya itu harus mengikuti. “Itu yang cukup berat,” tegasnya.
Tidak Masuk Rencana Induk Perkeretaapian Nasional
Ahmad mengungkapkan proyek kereta cepat ini awalnya tidak masuk Rencana Induk Perkereta-apian Nasional (RIPNAS)
“Awal-awal memang tidak ada untuk perencanaan Jakarta-Bandung, jadi adanya adalah Jakarta-Surabaya begitu,” ujarnya.
Gagasan dan Proses yang Salah
Menurut Ahmad dalam gagasan atau idenya itu sendiri dan di situ ada proses yang salah.
Ia mencontohkan pada pra feasibility study (studi kelayakan), itu biasanya yang penting itu salah satunya adalah perkiraan calon penumpang (ridership forcasting) itu berapa.
“Memang di proyek-proyek infrastruktur khususnya kereta api termasuk LRT, MRT itu untuk forcasting atau memperkirakan berapa calon penumpang itu mungkin sering ada over atau optimistik,” sambungnya.
Jadi terlalu optimis, ucapnya, padahal secara realisasi jauh apalagi pas pandemi Covid-19 itu jauh sekali.
Berdasarkan data KCJB, sebutnya, awal-awalnya sekitar hampir lebih dari 60 ribuan penumpang per hari, terus direvisi lagi jadi 30 ribuan perhari dan realisasi sekarang sekitar 18.000 pada jam sibuk.
Jadi Konsumen
Kalau bicara hal teknologi, ucap Ahmad, sekarang negara ini yang jelas jadi semacam konsumen aja, jadi tidak dilibatkan untuk transfer teknologi.
Untuk transfer teknologi, sebutnya, memang harus ada komitmen yang kuat itu terutama dari yang punya kewenangan yakni pemerintah.
Menurutnya juga, perlu melibatkan para akademisi, para teknolog dan mereka punya misi. “Memang bukan sebatas punya kereta cepat tapi bagaimana negara bisa nantinya kemandirian teknologi ini, juga mengoptimalkan potensi-potensi nasional misalkan ada perusahaan untuk kontrol atas persiapan atau mungkin rolling stock,” tambahnya.
Menurut Ahmad, teknologi memang harusnya pemerintah punya komitmen untuk bisa dapatkan transfer teknologi. “Cuma kalau pembiayaannya justru banyak mengandalkan dari luar, kita jadi susah juga sih untuk mendapatkan transfer teknologi,” pungkasnya.[] Muhammad Nur
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat