Mediaumat.id – Kepemilikan aplikasi MyPertamina sebagai syarat untuk bisa membeli pertalite dan solar, dinilai oleh Direktur Global Cyber Watch Rif’an Wahyudi sebagai kebijakan yang dipaksakan.
“Masyarakat dipaksa secara halus untuk kepentingan pemodal supaya mereka dapat untung yang lebih besar,” ungkapnya dalam acara Kabar Petang: MyPertamina Menyusahkan Rakyat? Selasa (5/7/2022) melalui kanal Youtube Khilafah News.
Rif’an menilai kebijakan itu sangat tergantung visi-misi perusahaan (Pertamina) yang tidak pro rakyat tapi pro oligarki dan lebih mementingkan keuntungan bagi oligarki.
Para kapitalis, memiliki tangan-tangan yang menggurita pada penguasa baik eksekutif maupun legislatif. “Rakyat dijadikan obyek perdagangan oleh eksekutif, sementara legislatifnya diam akhirnya rakyat sendirian,” bebernya.
“Mereka melayani kepentingan oligarki sehingga kekayaan disedot oleh oligarki nasional atau internasional, menjadikan yang kaya makin kaya, yang miskin tertindas, terlupakan, dan terzalimi,” kritiknya.
Menipu
Meski Pertamina berdalih kebijakan MyPertamina ini agar subsidi bahan bakar minyak tepat sasaran, namun menurut Rif’an, makna subsidinya sendiri absurd.
“Subsidi itu kan pemberian langsung. Tapi ini diukur dengan kesenjangan harga keekonomian internasional, kemudian negara mengklaim memberikan subsidi. Ini menipu,” tukasnya.
Ia memberikan alasan, biaya riil untuk mengeksplor satu liter minyak pernah dihitung oleh Kwik Kian Gie hanya sekitar Rp600,00 “Taruhlah ditambah biaya distribusi sehingga menjadi Rp1.000,00. Ya seribu rupiah ini yang semestinya dibayar rakyat,” tandasnya sambil menjelaskan fakta bahwa hari ini pertalite dikisaran Rp8.000,00.
Pelayanan
Rif’an menegaskan bahwa fungsi negara itu sebagai pelayan. “Jadi harusnya politik layanan yang dikedepankan, bukan menjadikan masyarakat sebagai konsumen sehingga pertimbangannya untung rugi,” jelasnya.
Apalagi mayoritas penduduk Indonesia Muslim, harusnya Islam dijadikan sebagai acuan termasuk dalam pengelolaan migas yang merupakan kepemilikan umum. “Migas itu milik umum, kalau milik umum eggak ada istilah relasi pemerintah untung rugi, tapi layanan. Siapa pun harus dilayani,” ucapnya.
Menurutnya, politik layanan dalam Islam tanpa memandang untung rugi. Meski menghabiskan ribuan triliun kalau untuk memberikan hak-hak publik ya harus diberikan. “Tugas negara berupaya seoptimal mungkin agar kewajiban yang ada di pundaknya terlaksana karena kekuasaan itu nanti akan dihisab,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun