MSPI: Berulangnya Kasus Korupsi Haji, Tragedi yang Ironis

 MSPI: Berulangnya Kasus Korupsi Haji, Tragedi yang Ironis

MediaUmat Peneliti dari Masyarakat Sosial Politik Indonesia (MSPI) Dr. Riyan, M.Ag. menilai dugaan korupsi kuota haji era Menag Yaqut Cholil Qoumas sebagai tragedi yang ironis.

“Dugaan ini adalah tragedi yang ironis. Mengapa? Karena ini adalah kali yang ketiga, potensi kerugian negara Rp 1 triliun, ujarnya kepada media-umat.com, Rabu (20/8/2025).

Sebelumnya, kata Riyan, menteri agama era Presiden Megawati (2001-2004), Said Aqil Al Munawar terkait korupsi DAU (Dana Abadi Umat) dan Dana BPIH sebesar Rp 4,5 miliar. Juga menteri agama era Presiden SBY (2009-2014), Surya Dharma Ali, terkait korupsi Dana ibadah haji dan DOM (Dana Operasional Menteri) sebesar Rp 1,8 miliar.

“Berulangnya kasus ini menunjukkan bahwa problemnya tidak hanya pada orang (menteri) tetapi lebih pada sistem (aturan) yang membuka peluang terjadinya kejahatan korupsi ini. Sehingga tidak cukup sekadar pergantian menteri tapi juga perubahan aturan dan pengawasan yang lebih ketat,” ungkapnya.

Dua Faktor Penyebab

Riyan mengatakan, setiap kejahatan senantiasa melibatkan dua faktor penyebab. Pertama, faktor orang. Keberadaan niat dari pelaku akan membuat kejahatan dilakukan. Diduga kuat niat serakah dari otak kejahatan, pelaku kejahatan, dan operator di lapangan dilakukan dengan rapi.

“Tapi tidak ada kejahatan yang sempurna hingga terbongkar. Yang diawali dari sejumlah aduan dan pansus haji DPR menemukan bukti kejahatan korupsi tersebut. Anehnya setelah ditangani KPK sampai saat ini belum ada tersangka,” katanya.

Kedua, faktor kesempatan atau lingkungan atau sistem. Riyan melihat meski aturan terkait penyelenggaraan haji sudah dipisahkan antara peran kementerian agama dan BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji), tetapi ada celah ketika muncul tambahan kuota jamaah haji sebanyak 20.000, tidak dilakukan pembagian sesuai UU No. 8 Tahun 2019 dengan porsi 92 persen haji reguler dan 8 persen haji khusus.

“Fakta yang terjadi dibagi rata 50:50. Entah siapa yang bertindak? Faktor sistem inilah yang dominan menjadi penyebab korupsi,” ujarnya.

Solusi Islam

Riyan mengungkap solusi Islam dalam mengatasi permasalahan haji secara tuntas dan syar’i.

Pertama, harus ada kebijakan untuk moratorium (penangguhan), bahkan penghentian terkait pendaftaran haji yang terjadi setiap saat hingga membuat antrean haji menjadi tidak rasional.

“Seharusnya prinsip dasarnya siapa yang mampu dari semua aspek (dana, kesehatan, ilmu, dan keamanan) yang difasilitasi berangkat haji terlebih dahulu, bukan dengan menyimpan sebagian uang calon jamaah haji dan uang itu diakumulasikan untuk memberi ‘subsidi’ terhadap jamaah yang berangkat terlebih dahulu,” sebutnya.

Akumulasi dana ini, terang Riyan, membuat pengelolaan dana haji menjadi berpotensi masalah walaupun dikelola BPKH.

“Sehingga pernah ada isu saat era Jokowi dana haji tersebut konon telah dialokasikan ke pembangunan infrastruktur,” bebernya.

Kedua, pemerintah sebagai pelayan dan penanggung jawab dari pelaksanaan ibadah haji, harus memiliki kemampuan diplomasi yang handal kepada pemerintah Arab Saudi, sehingga tidak ada peluang terjadinya korupsi dalam pelaksanaan haji, mulai dari penyediaan fasilitas penerbangan, penginapan, makanan, dan sarana pelayanan ibadah sehingga pemerintah tidak ada pikiran mencari keuntungan dari setiap pelayanan yang dilakukan.

“Karena ibadah haji ini adalah bagian dari pelayanan publik dan jangan didominasi relasi bisnis karena pencarian keuntungan semata,” tegasnya.

Ketiga, pengawasan publik dalam perencanaan dan pelaksanaan haji harus ditingkatkan sehingga semua celah korupsi tidak akan terjadi.

“Sehingga masyarakat juga pro aktif untuk memastikan pelaksanaan haji berlangsung dengan lancar, khusyuk, transparan, dan profesional,” tandas Riyan.[] Achmad Mu’it

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *