Mindset Segala Sesuatu Ditenderkan Lalu Negara Lepas Tangan

 Mindset Segala Sesuatu Ditenderkan Lalu Negara Lepas Tangan

MediaUmat Merespons skandal korupsi dalam program makanan tambahan untuk ibu hamil dan anak stunting di Kementerian Kesehatan, Pengamat Politik Media dari Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Hanif Kristianto menjelaskan mindset pemerintah negeri ini yang segala sesuatu itu ditenderkan dan setelah itu negara berlepas tangan.

Mindset negeri ini kan begitu ya. Kalau segala sesuatu itu ditenderkan, kemudian negara juga berlepas tangan,” ujarnya dalam Kabar Petang: Ya Ampun! Biskuit Bergizi untuk Balita dan Ibu Hamil Dikorupsi, Jumat (15/8/2025) di kanal YouTube Khilafah News.

Dalam artian, jelas Hanif, pemerintah hanya sekadar memberi dana lalu ada yang mengerjakan tanpa ada pengawasan (kontrol) yang ketat dan sebagainya.

Menurut Hanif, tindakan pemerintah tadi sama saja ini tidak menyelesaikan sebuah persoalan yang lebih mendasar. Apalagi ini berkaitan dengan kesehatan dan juga upaya untuk mengurangi stunting di negeri ini.

Hanif menilai skema-skema yang ada sampai dengan pengurangan kualitas biskuit tadi dengan kualitas rendah. Artinya, kurang premix (campuran) lebih kepada tambahan gula dan tepung.

“Ini mengindikasikan bahwa siapa sih yang ingin berusaha membuat sebuah usaha tadi untuk melayani vendor-vendor, vendor yang menang tender ini untuk melayani penguasa. Yang mau rugi? Kan tidak ada,” jelasnya.

Lantas di sisi lain, menurutnya, kadang-kadang pemerintahan juga membatasi nominal yang ada  tanpa mau memaksimalkan sumber-sumber pendanaan yang itu bisa sebetulnya menghasilkan lebih seperti dari tambang dan sebagainya.

Ia menyebutkan pihak-pihak yang diuntungkan.

Pertama, vendor. Vendor melakukan itu karena memang minimnya keuntungan begitu. Karena mindset-nya berbisnis mencari untung, bukan melayani.

“Seharusnya yang lebih pada aspek itu negara yang lebih berperan yaitu melayani kebutuhan rakyatnya termasuk juga gizi, kesehatan makanan dan sebagainya,” tegasnya.

Menurutnya, ini harusnya negara langsung. Kalaulah nanti menunjuk vendor itu sebagai pelaksana saja. Jadi, pelaksana dengan cara tetap tanpa mengurangi keuntungan vendor.

Kedua, kalaupun ada yang pihak diuntungkan ini oknum pengadaan ataupun pejabat pendukung yang mungkin mendapat komisi atas kontrak dengan vendor tersebut dan ini sudah menggejala.

“Nah, meski juga tidak secara terus terang dipublikasikan, tapi secara dalam perjalanannya itu kadang-kadang mereka harus membayar fee lebih dahulu,” bebernya.

Ketiga, juga pihak-pihak di hulu termasuk unit pengadaan di Kemenkes dan pembuat kebijakan pengadaan yang bisa jadi terlibat ataupun ada kelalaian.

“Nah, ini yang lagi-lagi kalau negara hanya sebatas regulator,” tandasnya.

Menurutnya, masalah seperti ini terus-menerus terjadi. Jangankan masalah makanan, membangun jembatan, membangun fasilitas umum juga sering mendengar berita-berita tadi baru dibangun berapa bulan sudah rusak ya jembatannya ambrol ataupun yang lain.

Ia mengajak, pertama, negara harus lebih masuk kembali (hadir). Pasalnya, jika ini terjadi maka ada sebuah solusi jalan keluar. “Biasanya antara vendor ini sepakat memasok produk tidak sesuai spek,” sambungnya.

Kedua, sementara pejabat atau pengawas juga tidak ada audit mutu independen. “Nah, jadi dua saling menguntungkan,” cetusnya.

Akhirnya, ucapnya, spesifikasi nutrisi itu disunat dengan bahan murah gula dengan tepung. Kemudian harga tetap dibayar sesuai kontrak penuh.

Ketiga, pengawasan teknis dan uji mutu diabaikan ataupun dimanipulasi.

“Jadi ini sungguh rumit. Kalau mindset-nya tadi secara mendasar negara tidak hadir ya ini akan terus terjadi,” tutup Hanif.[] Muhammad Nur

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *