MediaUmat – Mengenang sosok Kwik Kian Gie yang meninggal beberapa hari lalu, terkuak ekonom Indonesia terkemuka tersebut pernah menuturkan agar negeri ini tak memakai demokrasi lagi.
“Kita jangan pakai demokrasi lagi,” tuturnya, dalam suatu wawancara bersama Jurnalis Joko Prasetyo, yang lantas dimuat di tabloid Media Umat edisi 147 (pertengahan Maret 2015).
Bermula dari kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 2015 yang ditandai dengan makin jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Kwik menyayangkan betapa liberalnya kebijakan pemerintahan era Jokowi kala itu.
Artinya, terjadinya defisit perdagangan (nilai impor lebih besar dari ekspor) telah mengakibatkan cadangan devisa merosot dan utang luar negeri naik. Sementara, rakyat kecil menjadi korban karena tak bisa menghindari penaikan harga-harga kebutuhan.
“Yang jadi korban kan rakyat kecil kayak kita,” kata Kwik, yang ketika itu menyinggung dampak dari penaikan harga-harga kebutuhan pokok akibat dari apa yang pemerintah sebut sebagai pengurangan subsidi harga BBM.
Padahal faktanya tak ada uang yang keluar untuk membayar subsidi dimaksud. “Saya dari dulu juga sudah katakan tetapi tidak ada yang mau mendengar!” tegasnya, sembari menyebut sesat berpikir pemerintah seputar subsidi selama inilah yang mengakibatkan harga BBM terus mendekati harga pasar.
Makin celaka, terungkap berbagai kebijakan publik yang menurutnya semakin destruktif atau merusak. “Memang sistem yang berlaku sekarang ini bersifat destruktif,” singgungnya, semisal ketika ditanya perihal penaikan iuran BPJS.
Karena itu, seperti ditegaskan sebelumnya, Kwik pun berharap agar negeri ini tak memakai demokrasi lagi yang pada dasarnya sarat kompromi namun mengabaikan kepentingan umum sebagaimana kerap terjadi.
Karena itu pula, tambah Kwik, harus ada sistem pengendalian pengelolaan pemerintahan dengan otoritas tegas tanpa kompromi atau bisa disebut dengan ‘tangan besi’.
“Harus ada ‘tangan besi’ yang bisa memimpin dan mampu menjaga kepentingan dalam negeri dan tegas melawan campur tangan asing,” jelasnya.
Penting dicatat, bahwa istilah ‘tangan besi’ memang bisa memiliki konotasi negatif karena cenderung dikaitkan dengan kezaliman, tetapi dalam hal pemaparan di sini bermakna ketegasan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan atau menjaga ketertiban
Tak ayal, ketika dilontarkan fakta adanya kelompok dakwah Islam kaffah Hizbut Tahrir yang konsisten menyatakan demokrasi biang masalah sehingga harus diganti dengan khilafah, Kwik pun setuju.
“Setuju saja, yang penting tangan besilah ya,” ucapnya.
Hanya, ia berpesan agar rakyat tak bingung menyikapi arah perubahan yang diusung kelompok dakwah Hizbut Tahrir ini, umat yang terlebih dahulu memahami tak boleh diam dan harus menjelaskan.
Sebab pada dasarnya umat tak bisa bergerak sendiri. Dan untuk selanjutnya, mereka juga butuh kepastian, di antaranya siapa penguasa berikutnya yang bakal menahkodai negeri ini. “Kalau enggak bener lagi (penguasanya), kan percuma,” pungkasnya.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat