Mengapa Harus Tony Blair?

Presiden AS Trump menyampaikan rencananya untuk mengakhiri perang di Gaza, dengan berbicara tentang pembentukan badan pengawas internasional yang disebut “Dewan Perdamaian”, yang beranggotakan tokoh dan pemimpin dunia, termasuk mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair.
Blair menjabat sebagai Perdana Menteri dari tahun 1997 hingga 2007, dan memimpin Inggris untuk berpartisipasi dalam invasi AS ke Irak pada tahun 2003, sebuah keputusan yang banyak dikritik di dalam dan luar negeri.
Blair mengomentari pengumuman Trump, dengan mengatakan bahwa rencana tersebut merupakan “kesempatan terbaik untuk mengakhiri dua tahun perang, tragedi, dan penderitaan.” Laporan sebelumnya mengindikasikan adanya pembicaraan tentang pemberian peran kepadanya dalam badan internasional yang mengawasi pemerintahan Gaza, dengan pengaturan yang mengecualikan Hamas dan didukung oleh Amerika Serikat serta negara-negara Teluk. Kantornya mengonfirmasi beberapa hari yang lalu bahwa ia tidak akan mendukung rencana apa pun untuk mendeportasi warga Palestina.
Namun, nama Blair tetap kontroversial, mengingat rekam jejaknya di Irak. Siapakah Tony Blair? Bagaimana ia mencapai puncak kepemimpinan Partai Buruh Inggris dan tetap menjadi perdana menteri selama sepuluh tahun penuh? Dan apa perannya bagi masa depan Gaza? (bbc.com, 30/9/2025).
**** **** ****
Tidak mengherankan bahwa Trump memilih orang yang sama yang bergabung dengan negaranya dalam invasi Irak dua dekade lalu, sehingga melanjutkan hegemoni Barat atas umat Islam di bawah slogan “perdamaian dan rekonstruksi”.
Tony Blair dipilih bukan karena ia adalah Utusan khusus Kuartet Timur Tengah (Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk menyelesaikan masalah politik yang belum terselesaikan antara Otoritas Palestina dan entitas Yahudi, sebagai persiapan untuk pembentukan negara Palestina, juga bukan karena ia memiliki pengalaman dan koneksi di Timur Tengah. Namun, ada dimensi lain di balik ini yang banyak orang tidak sebutkan, yaitu apa yang dipromosikan oleh Blair sendiri bahwa ia adalah orang yang berhasil mengelola krisis Irlandia Utara, yang berlangsung selama tiga dekade penuh kekerasan dan perpecahan. Ia mempertemukan pihak-pihak nasionalis dan unionis dalam konflik di satu meja dalam Perjanjian Jum’at Agung pada tahun 1998, dan menyajikan model praktis untuk beralih dari konfrontasi bersenjata ke penyelesaian politik dengan jaminan internasional. Inilah yang coba ditiru oleh Barat di Gaza.
Wahai kaum Muslim, pilihan yang ada di hadapan kita jelas: Entitas Yahudi dan para penerusnya menyelesaikan proyek pembersihan etnis mereka, seperti yang terjadi di Amerika, Australia, dan Afrika Selatan, atau mereka pergi, sebagaimana Inggris meninggalkan India dan Prancis meninggalkan Aljazair. Waktu telah membuktikan bahwa rakyat Gaza sendiri, betapa pun teguh dan gigihnya mereka, tidak akan mampu memaksa kaum Yahudi penjajah untuk pergi. Bagaimana mungkin mereka bisa pergi tanpa mengerahkan pasukan kaum Muslim untuk membasmi mereka dari seluruh tanah yang diberkahi? Inilah solusi praktisnya, wahai kaum Muslim! [] Jabir Abu Khathir
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 9/10/2025.
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat