Segala puji bagi Allah SWT yang tanpa agama-Nya tidak ada kemuliaan, dan tanpa syariah-Nya tidak ada kehidupan. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan utama manusia yang melarang tunduk kepada selain Allah SWT, yaitu Nabi Muhammad saw.
Benar apa yang mereka katakan, “Tidak ada yang mengkhawatirkan para tiran selain kebangkitan rakyat.” Dapat ditambahkan: “Tidak ada yang berkontribusi pada kebangkitan rakyat selain kesadaran dan optimisme.” Oleh karena itu, kaum kafir penjajah sejak dini menyadari kebenaran yang tak terbantahkan ini dan mulai memerangi dua momok ini, kesadaran dan optimisme, yang mengancam keberadaannya, secara bersamaan.
Dalam hal kesadaran, mereka menargetkan melalui invasi pemikiran, perubahan kurikulum pendidikan, program budaya, kegiatan misionaris, kelompok intelektual yang dipengaruhi oleh budaya Barat, dan lainnya di antara berbagai perang yang sedang berlangsung hingga saat ini.
Dalam hal perang untuk menghancurkan moral, menanamkan budaya kekalahan, dan menebar keputusasaan di tengah syabab (para aktivis perubahan), maka Barat merekrut aset dari dekat maupun jauh, baik musuh maupun kawan.
Barat tak punya harapan untuk tetap membuat umat Islam tertidur dan tunduk, kecuali jika mereka dapat meyakinkan orang-orang bahwa kita tidak akan pernah menang, sehingga tidak ada gunanya melawan, menyerukan perubahan, dan mengupayakannya. Namun untuk mencapai tujuan dan membawa umat kepada keyakinan ini, maka diperlukan upaya yang masif dan tangguh.
Barat menyadari kekuatan Al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan kisah-kisah para pahlawan yang terpancar dari lembaran sejarah kita yang gemilang dalam menanamkan harapan dan mengobarkan semangat perlawanan dalam diri manusia. Karena alasan inilah, Barat telah mengerahkan seluruh energinya di segala lini untuk menyebarkan budaya kekalahan dan keputusasaan dalam diri jiwa manusia.
Ada tiga peran yang paling berbahaya sekaligus paling efektif dalam menumbuhkan budaya keputusasaan dan kekecewaan di antara manusia:
1- Peran Kaum Intelektual dan Pemikir yang Terpapar Budaya Barat:
Di antara mereka terdapat orang-orang yang menduduki posisi-posisi paling strategis, seperti dosen, guru, lembaga-lembaga, klub budaya, dan lain-lain. Gagasan bersama mereka adalah mengindoktrinasi generasi Muslim bahwa umat mereka terbelakang dalam kemajuan, budaya, dan modernitas, sebaliknya Barat adalah pemimpin di segala bidang, yang mustahil untuk ditandingi, atau dunia tidak akan jalan tanpanya. Belum lagi peran para penguasa yang ditunjuk Barat untuk menebar perpecahan, menggadaikan negara dan sumber dayanya kepada mereka, lalu menyia-nyiakan syariah yang merupakan sumber kemajuan dan perkembangan, di samping peran mereka dalam mendukung korupsi dan menghalangi para pengemban dakwah. Dengan demikian, pelajar atau mahasiswa lulusannya akan dengan berat hati terhadap umatnya, karena ia telah dipengaruhi oleh perasaan rendah diri, lemah, dan pasrah kepada Barat dan budayanya.
Maka, tidak mengherankan jika para pemuda dan pemudi menjadi putus asa dan tak berdaya. Sehingga bisa jadi jika para pemuda dan pemudi diseru untuk melakukan aksi perubahan, maka mereka akan membuat seribu alasan untuk melawan dan menentang seruan tersebut, dengan menyebutkan puluhan contoh keterbelakangan umat, sebagaimana yang mereka dapatkan, di sekolah dan perguruan tinggi.
2- Peran Ulama dan Pengemban Dakwah:
Tak diragukan lagi, bahwa ulama yang korup (ulama’ sū’) memiliki dampak paling mendalam dalam menyebarkan keputusasaan, mendistorsi fitrah manusia, dan meyakinkan mereka bahwa mereka tidak akan pernah menang. Setiap kali musibah menimpa manusia atau penyerang menyerang mereka, maka manusia pergi ke para syeikh mereka. Namun mereka terkejut sebab mereka mendapati bahwa mereka berusaha menghindar dari panas malah mendekat pada bara api (keluar dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya). Mereka bertemu dengan para syeikh yang kalah, para ulama yang secara psikologis kalah dan telah menerima Islam dengan cara yang menyimpang, jauh dari tuntunan kenabian yang sejati. Mereka menanamkan keputusasaan dalam jiwa anak-anak muda ini, bahkan menganggap mereka bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi pada mereka:
Kalian tidak punya kebaikan dalam diri kalian, kalian tidak berhak menang, umat kami terbelakang dan tidak siap memerintah dengan Islam, semua bangsa lebih baik dari kalian. Generasi kita saat ini bukanlah generasi kemenangan, maka generasi lain harus dibangkitkan—tanpa mengupayakan perubahan—yang lebih baik dari generasi kita sekarang ini. Perubahan bukan tugas kita, kita harus menunggu kedatangan Al-Mahdi. Apa yang terjadi adalah karena dosa-dosa kita—tanpa menyebut peran dan dosa para penguasa—yang bisa kita lakukan saat ini hanyalah berdoa.
Wacana destruktif ini berakhir tanpa menawarkan solusi atau rencana aksi, dan tanpa menjelaskan hukum syariah yang memerintah kita untuk bangkit dan mengubah kemunkaran yang menimpa kita saat ini. Wacana tersebut justru memukul dan menyakiti umat, persis seperti yang dilakukan para musuh.
Begitulah, penjajah berkeliaran dengan bebas, sementara umat Islam menghitung pembantaian demi pembantaian, dengan diselimuti keyakinan bahwa mereka tidak memiliki daya atau kekuatan bahkan sekedar untuk membela diri, padahal sang penyerang itu lemah dan hina.
3- Peran Media yang Menyesatkan:
Benarlah orang yang berkata, “Media kita adalah kematian kita.” Ketika media, yang dibayar dan dikendalikan oleh penguasa jahat, mengemban tugas melebih-lebihkan kemampuan musuh dan mengecilkan kemampuan umat, ketika media menguduskan perpecahan dan perbatasan, menjadikannya lebih suci daripada darah saudara-saudara kita di perbatasannya, ketika media menjadi tuan rumah bagi orang-orang cacat mental, orang-orang tidak bermoral dan para pendukung dosa, atau para syeikh istana, dan menyediakan berjam-jam saluran satelit untuk mereka, ketika layar kita dipenuhi dengan program hiburan, omong kosong, dan hal-hal remeh. Ketika kondisinya seperti itu, maka jangan tanya saya tentang ketiadaan perasaan, tumpulnya emosi, meluasnya keputusasaan dan ketidakberdayaan.
Menghadapi wabah yang merajalela di kalangan kaum Muslim ini, kami sampaikan: Ketahuilah, bahwa kami adalah umat yang Allah SWT haramkan kehinaan dan pasrah kepada kehinaan, sebagaimana firman-Nya:
﴿وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ﴾
“Dan janganlah kamu merasa lemah dan janganlah kamu bersedih hati; sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang-orang yang beriman.” (TQS. Ali Imran [3] : 139).
Kami adalah anak-anak umat yang membuat Allah SWT murka, jika umat ini berasumsi bahwa Allah SWT tidak akan memberikan kemenangan (pertolongan) kepada mereka:
﴿مَن كَانَ يَظُنُّ أَن لَّن يَنصُرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّمَاءِ ثُمَّ لْيَقْطَعْ فَلْيَنظُرْ هَلْ يُذْهِبَنَّ كَيْدُهُ مَا يَغِيظُ﴾
“Siapa yang menyangka bahwa Allah tidak akan menolongnya (Nabi Muhammad) di dunia dan di akhirat hendaklah merentangkan tali ke langit-langit (rumahnya untuk mencekik lehernya), lalu memutuskan tali tersebut. Kemudian, hendaklah dia memperhatikan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan (hatinya)?.” (TQS. Al-Hajj [22] : 15).
Artinya, hendaklah ia gantung diri dan mati, karena yang demikian itu lebih baik baginya.
Allah SWT melarang kita dari putus asa, sebagaimana firman-Nya:
﴿وَمَن يَقْنَطُ مِن رَّحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ﴾
“Adakah orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya selain orang yang sesat?” (TQS. Al-Hijr [15] : 56).
Dan irman-Nya:
﴿وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَلِقَائِهِ أُولَٰئِكَ يَئِسُوا مِن رَّحْمَتِي وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ﴾
“Orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan-Nya, mereka itu berputus asa dari rahmat-Ku dan mereka itu akan mendapat azab yang pedih.” (TQS. Al-Ankabut [29] : 23).
Sesungguhnya Allah SWT telah menghubungkan keputusasaan dengan kekufuran, dalam firman-Nya,
﴿إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ﴾
“Sesungguhnya tidak ada yang berputus asa dari rahmat Allah, kecuali kaum yang kafir.” (TQS. Yusuf [12] : 87).
Imam Fakhrur Razi mengomentari ayat ini dengan mengatakan bahwa “Orang yang berputus asa itu menuduh Allah SWT pelit dan ketiadaan ilmu, serta menuduh-Nya tidak mampu melakukan segala hal. Kami berlindung kepada Allah SWT dari semua tuduhan itu.”
Wahai Saudara-Saudariku, Wahai Syabab (Pemuda dan Pemudi Aktivis Perubahan):
Keputusasaan adalah jarum anestesi yang menular dan melumpuhkan kalian serta orang-orang di sekitar kalian. Ketika umat kita yakin bahwa para penguasanya tidak akan bisa ditumbangkan, maka umat hanya duduk di tengah penderitaan akibat kezaliman para penguasa itu selama puluhan tahun. Namun, ketika umat menanggalkan tabir keputusasaan dan bertawakal kepada Allah SWT, lalu dengan kekuatan yang Allah karuniakan, umat menggulingkan para penguasanya dan menumbangkan kepala-kepala yang tak seorang pun yakini dapat disingkirkan.
Demi Allah, kita memiliki semua kualitas pemberdayaan dan kemampuan untuk merebut kembali singgasana kehormatan, dengan izin Allah. Kita memiliki akidah yang komprehensif, teladan yang sempurna, pemuda dan pemudi yang bersemangat, kekayaan yang melimpah, lokasi yang strategis, pikiran-pikiran cemerlang, peta jalan yang jelas, sīrah nabawi, dan sejarah yang gemilang. Di atas semua ini, kita memiliki kabar gembira yang sudah dekat.
Di dalam umat kita, terlepas dari segala rintangan, terdapat para pengemban dakwah yang tulus, para hufadz yang cakap, dan para mujahid yang teguh. Demi Allah, Barat gemetar, setiap kali melihat gerakan serius, mereka hampir tidak bisa tidur karena takut umat ini akan bersatu kembali di belakang seorang pemimpin rabbani (Khalifah).
Demi Allah, Barat gemetar membaca statistik tahunan tentang meningkatnya jumlah mualaf dari kalangan mereka, mengancam ideologi busuk mereka. Mereka saling memperingatkan bahwa dalam empat dekade, Islam akan menjadi agama terkemuka di dunia. Semua ini terjadi tanpa negara kesatuan, tanpa Khalifah, dan tanpa baiat. Jadi, bayangkan apa yang akan terjadi jika ada Khilafah dan Khalifah?
Wahai Syabab (Pemuda dan Pemudi Aktivis Perubahan):
Bertawakallah kepada Allah SWT, percayalah kepada umat kalian, percayalah kepada diri kalian dan kemampuan kalian untuk membawa perubahan. Percayalah bahwa kalian, dan bukan orang lain, adalah generasi pemenang jika kalian berpegang teguh kepada agama Allah SWT dan menolak para penyebar keputusasaan.
Rasulullah saw menyukai optimisme, sebagaimana sabdanya:
«بشِّرْ هذهِ الأُمَّةَ بالتَّيسيرِ، والسَّناءِ والرِّفعةِ بالدِّينِ، والتَّمكينِ في البلادِ، والنَّصرِ»
“Berikanlah kabar gembira kepada umat ini berupa kemudahan, kemuliaan dan ketinggian—sebab komitmennya pada–agama, kekuatan (pemberdayaan) di negeri ini, dan kemenangan.” (HR. Ahmad).
Jika kita begitu kecil dan tidak ada nilainya, mengapa orang-orang kafir tidak henti-hentinya memerangi kita? Ingat, bahwa mereka tidak sedang memerangi ilusi, melainkan musuh yang nyata, dan mereka tahu betul bahwa umat kita ini lemah hanya karena mereka tidak memiliki seorang peminpin rabbani (Khalifah) yang benar-benar beriman untuk menyatukan barisan kita. Untuk itu, bertawakallah kepada Allah SWT dan berjuanglah bersama mereka yang saat ini tengah berjuang, semoga Allah SWT mendekatkan fajarnya, dengan kekuasaan dan kekuatan-Nya. [] Ustadz Ahmad al-Shufi
Sumber: alraiah.net, 15/10/2025.
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat