Memalak Rakyat, Cara Mudah Negara Kapitalis Dapatkan Uang

 Memalak Rakyat, Cara Mudah Negara Kapitalis Dapatkan Uang

MediaUmat Menanggapi pemerintah menarik pajak seperti berburu di kebun binatang, Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky negara itu membutuhkan uang, membutuhkan biaya dalam pandangan negara kapitalis yang paling mudah dengan memalaki rakyat.

“Dalam pandangan negara kapitalis, sumber pendapatannya harus dari pajak, dan yang paling mudah untuk mendapatkan uang adalah dengan memajaki atau bahasa lain memalaki rakyatnya,” ujarnya dalam Kabar Petang: Pemerintah Menarik Pajak Seperti Berburu di Kebun Binatang? di kanal YouTube Khilafah News, Rabu (20/8/2025).

Menurut Wahyudi, rakyat enggak bisa punya alternatif lain. Kalau dipajaki enggak bisa melawan. Mungkin ada yang menghindar-menghindar tetapi mungkin sebagian besar akan pasrah.

“Inilah negara yang sangat kapitalistik. dia basisnya adalah mengambil pendapatan bersumber dari rakyat itu,” tegasnya.

Ia mencontohkan kondisi nelayan dan tukang kayu saat negara itu ketika dia melihat rakyatnya bekerja maka dia sudah mengukur ini pendapatan rakyatnya.

“Seorang nelayan dia menjaring ikan, begitu dapat ikan 10, maka negara minta jatah itu. Dan ketika tukang kayu membuat meja kursi dijual maka akan terkena PPN dan pajak itu tidak bisa dihindari. Kalau enggak maka enggak bisa membeli barang itu atau terjual barang itu,” jelasnya.

Menurutnya, hampir semua pekerjaan di masyarakat diincar dengan pajak. “Bahkan bukan hanya pekerjaan, tempat tinggal pun. Ini kan luar biasa ini,” tandasnya.

Ia menilai cara berpikirnya para aparatur negara ini hanya berpikir bagaimana mendapatkan uang dari rakyat, bukan bagaimana membagi uang kepada rakyat.

“Sebenarnya dalam prinsip pemerintahan yang baik itu (good governance) adalah pemerintah yang sedikit sekali menarik dari rakyat dan lebih banyak memberi kepada rakyat. Nah, hari ini justru negara lebih banyak mengambil item tarikan dari rakyat daripada memberi kepada rakyat atau melayani rakyatnya,” jelasnya.

Negara ini, lanjut Wahyudi, mewarisi berbagai model pemerintahan dari Eropa dan juga dari Amerika dengan sistem demokrasi dan semua itu berbasisnya pajak.

“Dalam Islam, pendapatan-pendapatan negara itu tidak dari pajak, tetapi justru dari sumber-sumber kekayaan alam, baik itu bumi, air, dan yang terkandung di dalamnya itu sebenarnya bisa digunakan, dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyatnya,” ujarnya.

Adapun pajak, jelasnya, hanya diambil jika dalam keadaan darurat. Itu pun hanya dikenakan ke lelaki Muslim kaya saja. Dan sifatnya temporer.

Menurutnya, kondisi hari ini terbalik. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya justru diserahkan kepada pihak aseng dan asing dan negara hanya mengambil pajaknya.

Sebenarnya rakyat negeri ini, ucapnya, tidak mendapatkan sesuatu yang mestinya menjadi hak mereka. Kekayaan alam yang begitu melimpah baik itu ada tambang emas di Papua, ada minyak, gas, batu bara dan seterusnya seolah-olah tidak memberikan dampak yang besar untuk kesejahteraan masyarakatnya.

“Emas di Papua yang begitu banyak masyarakatnya masih terbelakang dan tertinggal sampai hari ini. Fasilitas begitu minim. Padahal kalau digunakan sebesar-besarnya mestinya bisa makmur sekali itu,” urainya.

Ini, tegas Wahyudi, menunjukkan orientasi pemerintahan dalam sistem kapitalis itu bukan mengelola sumber daya alam untuk mensejahterakan masyarakatnya, tetapi justru yang dikejar adalah pajaknya dan masyarakat bukan dilayani dan diberikan kesejahteraan yang tinggi, tetapi justru dibebani dengan pajak yang tinggi.

Sebenarnya, sebut Wahyudi, sebagai negara Muslim yang terbesar kedua di dunia mestinya melirik bagaimana cara mengelola negara tanpa harus dengan pajak.

“Saya pikir Islam telah memberikan contoh itu bagaimana mempraktikkannya,” pungkasnya.[] Muhammad Nur

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *