Mediaumat.info – Berdasarkan QS an-Nisa’ ayat ke-58 tentang pentingnya bersikap adil dalam memutuskan suatu perkara, Cendekiawan Muslim KH Rokhmat S Labib menyinggung definisi adil yang berarti tindakan memutuskan setiap perkara berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
“Adil adalah memutuskan perkara hukum yang diperkarakan, yang dalam memutuskan perkara itu berdasarkan dengan apa yang ada dalam Kitab Allah, dan Sunnah Rasulullah SAW,” ujarnya dalam Tausiah Hari Ke-12: Hukum yang Adil Hanyalah Hukum Islam, Rabu (12/3/2025) di kanal YouTube One Ummah TV.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil,” demikian bunyi QS an-Nisa’ ayat ke-58.
Dengan kata lain, sebagaimana penjelasan Imam Asy-Syaukani di kitab tafsir Fathul Qadir yang ia kutip sebelumnya, berlaku adil dalam memutuskan perkara atau menetapkan hukum merupakan perintah Allah SWT yang harus ditegakkan dalam semua aspek kehidupan, tanpa pandang bulu.
Dengan kata lain pula, jelasnya, menjadi kunci pertama untuk memahami keadilan bisa dilihat ketika seorang qadhi (hakim dalam sistem Islam), maupun penguasa itu sendiri, menetapkan suatu perkara hukum hanya dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Islam, sebutlah Al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Sebaliknya, memutuskan perkara dengan hukum selain itu, sejatinya akan makin jauh dari kata adil. “Memutuskan dengan hukum, dengan sistem yang bukan berdasarkan apa yang Allah turunkan dalam kitab-Nya, dan apa yang ditetapkan Rasul-Nya, maka jelas bukan merupakan suatu keadilan,” urainya.
Bahkan, dikarenakan menggunakan akal semata maka tidak akan ada sedikit pun kebenaran di dalam putusan dimaksud. “Memutuskan perkara dengan menggunakan akal semata, maka tidak ada sedikit pun kebenaran di dalamnya,” kutip Kiai Labib.
Kendati begitu, masih mengutip dari Fathul Qadir, boleh melakukan ijtihad jika memang tidak ditemukan dalil dari sumber-sumber hukum Islam. Dengan catatan, seorang bisa dikatakan sebagai mujtahid dikarenakan sebelumnya telah memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh syariat.
“Tidak apa-apa dengan ijtihad dari seorang hakim yang mengetahui hukum Allah SWT, dan juga apa yang lebih dekat pada kebenaran menurut mereka,” kata Kiai Labib menerangkan.
Alhasil, kembali ditegaskan, QS an-Nisa’ ayat ke-58 ini dengan jelas menunjukkan bahwa keadilan dari suatu perkara bisa terwujud ketika keputusannya didasarkan pada Al-Qur’an, As-Sunnah ataupun sumber-sumber hukum Islam lainnya yang telah ditentukan oleh syariat.
“Maka siapa pun yang menginginkan keadilan, tak ada pilihan lain kecuali dengan syariah dari Allah SWT,” pungkasnya.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat