Mediaumat.id – Alumni Universitas Indonesia (UI) Program Magister Jurusan Perencanaan Kebijakan Publik Dr. Erwin Permana mengaku sedih dan miris melihat kondisi Masjid Ukhuwah Islamiyyah UI yang saat ini semakin sepi dari aktivitas dakwah.
“Sedih sekaligus miris ya. Kenapa sedih? Karena tidak sepatutnya masjid itu sepi dari berbagai macam acara dakwah,” tuturnya kepada Mediaumat.id, Ahad (19/3/2023)
Menurutnya, Rasulullah SAW membangun masjid itu justru sebagai pusat cahaya kebangkitan umat. Dari masjid, syiar Islam itu disampaikan ke seluruh penjuru alam.
“Sekarang masjid sepi. Apalagi ini masjid UI yang UI itu sendiri itu merupakan barometer universitas seluruh Indonesia. Kalau UI ini menjadi barometer, mestinya masjidnya juga harus menjadi barometer dakwah untuk seluruh kampus di Indonesia,” ungkapnya.
Selain sedih, ia juga merasa miris karena kondisinya masjid UI jauh berbeda saat ia masih kuliah pada 2008 hingga 2010.
“Dulu semasa saya kuliah di UI, masjid UI itu kental dengan nuansa pergerakan. Masih kental dengan nuansa dakwah. Di salah satu sudut masjid mudah kita menemukan diskusi-diskusi, kajian-kajian ilmiah, diskusi-diskusi yang berkenaan dengan berbagai bidang. Ekonomi kita bahas di UI, seminar ekonomi, seminar politik, seminar kemasyarakatan kita bahas di masjid. Makanya miris, Kenapa? karena berubah. Enggak seperti dulu. Tentunya kita miris,” tuturnya.
Dampak Radikal Radikul
Ia menilai sepinya masjid UI ini sebagai dampak dari radikal radikal yang dimainkan rezim.
“Jelas ini dampak dari isu radikal radikul yang dimainkan rezim. Kita mau bilang apa lagi kalau bukan ini pasti merupakan dampak dari radikal radikal. Dampaknya adalah akhirnya semua komponen UI, termasuk juga dosen-dosennya yang materialistis dan juga mata duitan itu, itu kan takut dilabeli radikal. Bahkan sebagian besar dosen-dosen UI itu mendukung program radikal radikul,” ujarnya.
Bukan hanya sebatas mengaminkan. Bukan hanya sebatas setuju. Tapi mendukung. Menjadi bagian penting dari rezim. “Sebutlah rektornya UI Ari Kuncoro. Itu kan pendukung sejati rezim. Ketika rezim meniupkan radikal radikul, diaminkan saja,” tambahnya.
Ia menyayangkan, kepintaran dan intelektualitas justru digunakan untuk mendukung opini-opini sesat.
“Sayang aja kita melihat realitas itu. Jadi jelas ini merupakan dampak dari isu radikal radikul yang dimainkan oleh rezim. Dampaknya adalah pergerakan mahasiswa menjadi melemah, kampus sepi dari syiar dakwah, nuansa gerak di kampus juga menjadi letoi semuanya,” bebernya.
Erwin mengingatkan para dosen akan pentingnya untuk tidak mata duitan. “Silakan aja rezim teriak apa saja. Kalau dosennya enggak mata duitan, enggak takut dengan opini-opini yang dibuat oleh rezim, enggak akan bermasalah dengan mahasiswanya,” tegasnya.
Ada yang Disembunyikan
Di balik isu radikal radikul itu, kata Erwin, ada yang disembunyikan.
“Sekarang kan terungkap semua itu. bagaimana yang menilep (uang) negara, itu kan para pejabat-pejabat. Pejabat pajak, menteri-menteri juga signifikan. Hanya saja sikap maling yang mereka lakukan itu ingin ditutupin pakai isu radikal radikul,” ungkapnya.
Jadi, lanjutnya, keburukan, kebobrokan, ketidakmampuan mengurus negara ini ditutup dengan isu radikal radikul.
“Buruk sekali mereka. Agama yang mereka jadikan sasaran untuk menutup borok-borok mereka. Ini betul-betul luar biasa murkanya Allah terhadap sikap yang ditunjukkan sekarang ini,” tegasnya.
Ia berharap rezim dan pengikutnya itu semuanya panjang umur dan menyaksikan khilafah tegak. “Sehingga mereka menyaksikan betapa indahnya masyarakat diatur dengan Islam,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it