Mediaumat.info – Tindak kejahatan akibat pengaruh minuman keras (miras) yang kerap terjadi, dinilai karena negeri ini tak memiliki argumen maton atau patut dipakai untuk pegangan dalam menyikapi peredaran minuman yang memabukkan dan menghilangkan kesadaran tersebut.
“Kalau orang Jawa bilang itu, argumennya enggak maton,” ujar Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) dalam Focus to The Point: Santri Ditusuk di Yogya, Miras Merajalela! di kanal YouTube UIY Official, Kamis (7/11/2024).
Menurutnya, meski berpenduduk mayoritas Muslim, keputusan negara justru terkesan melibatkan pengorbanan kepentingan sosial untuk mendapatkan keuntungan.
“Ini selalu ya, kalau istilahnya itu trade off antara kepentingan ekonomi dengan kepentingan sosial,” sebutnya, seputar pengolahan hingga peredaran miras.
Dengan kata lain, negeri ini sedang berpihak kepada kepentingan ekonomi daripada kepentingan sosial bahkan agama. Maka tak heran jika pemerintah selalu dalam kebimbangan semacam simalakama, dalam menyikapi miras dan peredarannya.
Apalagi, sebagaimana diketahui, tidak ada bisnis minuman yang paling menguntungkan selain miras. “Kita tahu bahwa jika ada bisnis minuman yang cuan itu tak ada lain adalah minuman keras,” tandasnya.
Kalaupun menyertakan dalih bahwa dari sektor miras bisa menambah pemasukan kas negara serta menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, tetap saja hal itu termasuk motif ekonomi yang menjadikan negara ragu untuk kemudian melarang total, baik pengolahan terlebih peredarannya.
Tak ayal, otoritas di negeri ini, termasuk di berbagai daerah, akhirnya tak bisa menyelesaikan persoalan miras berikut dampak-dampak buruknya. Sehingga malapetaka seperti yang terjadi di Yogyakarta baru-baru ini, akan terus bermunculan.
Karena itu, negeri ini harus mendasarkan sikap pada pandangan-pandangan yang didasarkan keimanan terhadap ketentuan Allah SWT, yakni keyakinan bahwa sesuatu yang haram itu pasti berdampak buruk.
“Ketika Allah mengharamkan maka itu barang pasti buruk. Meskipun mungkin ada, katakanlah manfaatnya, tapi manfaatnya itu tak seberapa dibanding dengan kerugian yang akan ditimbulkan,” jelas UIY.
Dikabarkan sebelumnya, terjadi peristiwa penganiayaan dan penusukan di kawasan Prawirotaman, Kota Jogja, pada Rabu 23 Oktober 2024 malam. Pelaku sekelompok orang yang sebelumnya berkumpul dan mengonsumsi miras di sebuah kafe kawasan tersebut.
Diketahui dua korban merupakan santri dari pondok pesantren di Krapyak, Bantul, inisial SF (19) dan MA (23). Kedua korban saat itu tengah membeli makanan di dekat lokasi kafe.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat