MediaUmat – Mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Dr. Drs. Oegroseno, S.H., M.H. menyatakan penghentian penyelidikan kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo oleh Polda Metro Jaya tidak memiliki dasar hukum yang sah.
“Penghentian penyelidikan tidak dilakukan secara sah karena tidak ada surat penghentian penyidikan,” tegasnya dalam siniar Eks Wakapolri: Penghentian Penyelidikan Kasus Ijazah Jokowi Tidak Ada Dasar Hukumnya, Selasa (27/5/2025) di kanal YouTube Abraham Samad Speak Up.
Menurutnya, penghentian penyelidikan tanpa surat resmi merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap sistem peradilan pidana. Surat tersebut merupakan instrumen legal untuk mengakhiri proses hukum secara formal dan akuntabel.
“Kalau tidak ada surat resmi, bagaimana bisa diuji? Bagaimana bisa digugat ke praperadilan? Itu artinya, hukum dipasung dan diganti oleh kehendak sepihak,” jelasnya.
Ketiadaan dokumen formal tersebut membuka celah intervensi kekuasaan dalam proses hukum. Padahal, penyelidikan adalah tahapan yang tidak boleh dihentikan kecuali dengan dasar hukum yang objektif dan transparan.
“Ini bukan hukum lagi namanya, tapi kekuasaan,” tegasnya.
Lebih jauh, Oegroseno menyebut tindakan sepihak ini bukan hanya melanggar prosedur hukum, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum. Hukum yang tunduk pada kekuasaan berarti keadilan telah dilumpuhkan.
“Kasus seperti ini harus mendapat penanganan serius dan terbuka agar tidak menimbulkan kesan bahwa hukum bisa disalahgunakan demi kepentingan tertentu,” ujarnya.
Sebagai mantan Wakapolri, ia mengingatkan, keberadaan negara hukum mensyaratkan perlakuan hukum yang setara terhadap semua warga negara, tanpa kecuali. Bila aparat hukum tunduk pada kekuasaan, maka negara kehilangan marwah sebagai negara hukum.
“Institusi hukum harus berdiri tegak tanpa tekanan dari kekuatan manapun agar bisa dipercaya masyarakat,” tegas Oegroseno.
Ia juga menegaskan, integritas aparat hukum harus dijaga dengan disiplin terhadap prosedur, bukan dikompromikan demi menyelamatkan kepentingan tertentu. Kekuasaan yang melanggar hukum hanya akan mempercepat keruntuhan tatanan demokrasi.
“Kepercayaan yang hilang sulit dikembalikan. Oleh karena itu, profesionalisme dan transparansi harus dijaga sebagai harga mati,” tandasnya.
Oegroseno memperingatkan, apabila pola ini dibiarkan, maka akan menciptakan preseden berbahaya bagi proses penegakan hukum di Indonesia. Setiap perkara bisa dihentikan tanpa proses, cukup dengan tekanan kekuasaan.
“Kalau ini dianggap biasa, maka ke depan banyak kasus akan disetop diam-diam. Lalu buat apa ada hukum?” sorotnya.
Ia pun menutup pernyataannya dengan penekanan bahwa penghormatan terhadap hukum tidak bisa dinegosiasikan. Negara hanya akan kuat bila aparat penegak hukumnya bekerja secara independen dan akuntabel.
“Hukum tidak boleh kalah oleh kekuasaan. Jika itu terjadi, maka bukan hanya kasus ini yang runtuh, tapi juga masa depan keadilan di negeri ini,” pungkas Oegroseno.[] Zainard
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat