Mantan Pimpinan KPK Duga Aktor Utama Megakorupsi Pertamina Tetap Aman

Mediaumat.info – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Periode 2011-2015 Dr. Abraham Samad menduga aktor utama megakorupsi Pertamina senilai Rp193,7 triliun tetap aman.

“Ini bukan sekadar kasus hukum biasa, ini adalah ujian bagi Kejaksaan Agung. Jika mereka benar-benar independen dan berkomitmen memberantas korupsi, maka seharusnya tidak ada lagi tebang pilih dalam proses hukum. Tetapi faktanya, (diduga) aktor utama tetap aman dan hukum hanya bekerja untuk menjaring pelaku kecil,” ujarnya saat diskusi dengan Wakil Ketua KPK Periode 2015-2019 Thony Saut Situmorang, Ph.D. dalam siniar Kasus Korupsi Pertamina Kok Yang Ditahan Hanya 7 Orang Kelas Teri, Kelas Kakapnya Disembunyikan, yang ditayangkan di YouTube Abraham Samad Speak Up, Kamis (7/3/2025).

Pasalnya, sampai saat ini Kejagung hanya menetapkan tujuh tersangka, yang mayoritas berasal dari lapisan bawah. Sementara itu, sosok-sosok utama yang memiliki kendali atas tata kelola minyak nasional tetap bebas dan seolah-olah dilindungi oleh sistem hukum.

“Seharusnya kita bertanya, siapa yang sebenarnya dilindungi dalam kasus ini? Dengan nilai korupsi sebesar Rp193,7 triliun, tidak mungkin hanya segelintir orang di level bawah yang bertanggung jawab. Kasus ini melibatkan jaringan yang lebih luas, tetapi Kejaksaan seperti takut menindak mereka,” timpal Saut Situmorang.

Kritik kedua mantan pimpinan KPK terhadap Kejagung semakin menguat setelah lembaga itu dianggap berulang kali hanya menyentuh pelaku kelas bawah dalam skandal besar, sementara aktor utama tetap lolos dari jerat hukum.

“Berkali-kali kita melihat skenario yang sama. Kasus besar muncul, beberapa nama disebut, tapi pada akhirnya hanya pelaku kecil yang dihukum. Ini adalah bentuk nyata dari ketidakadilan hukum,” balas Abraham.

Ia pun menyebut dalam berbagai kasus besar sebelumnya, seperti Asabri, Jiwasraya, dan proyek infrastruktur, skenarionya selalu sama: segelintir pelaku kecil dihukum, tetapi dalang utama tetap kebal hukum.

“Kita harus melihat pola yang terus berulang. Korupsi di sektor strategis seperti migas tidak mungkin hanya melibatkan pegawai di level bawah. Tetapi mengapa Kejaksaan selalu berhenti di level ini? Jangan sampai ini menjadi bagian dari strategi pembiaran terhadap korupsi kelas kakap,” timpal Saut.

Selain itu, Saut mempertanyakan mengapa Kejagung tidak menggunakan alat audit dan teknologi finansial untuk menelusuri aliran dana kasus ini. Dengan nilai korupsi yang begitu besar, mustahil transaksi sebesar ini tidak bisa dilacak.

“Seorang auditor R1 saja pasti tahu ke mana uang ini mengalir. Tidak ada alasan untuk tidak mengetahui perginya Rp193,7 triliun. Masalahnya, apakah ada keberanian untuk menindak para pelaku di tingkat atas?” ujar Saut.

Sementara itu, Abraham menilai bahwa kurangnya transparansi dalam penyelidikan Kejaksaan semakin memperkuat dugaan adanya perlindungan terhadap pihak-pihak tertentu.

“Indonesia saat ini mengalami kegelapan dalam pemberantasan korupsi. Bukan sekadar gelap biasa, tetapi sudah masuk ke dalam ‘The Kingdom of Darkness’. Jika penegakan hukum hanya sebatas pernyataan tanpa tindakan nyata, maka keadilan hanyalah ilusi,” tegas Saut.

Menurut Abraham, jika kasus ini hanya berhenti pada pelaku kecil, maka semakin memperjelas bahwa hukum masih tunduk pada kepentingan oligarki dan elite ekonomi.

“Kalau kita lihat pola penanganan kasus ini, kita bisa bertanya-tanya: apakah bubur panas ini benar-benar akan dimakan atau hanya didiamkan sampai basi? Jangan sampai kasus ini hanya sekadar wacana dan akhirnya hilang begitu saja,” pungkas Abraham Samad.[] Zainard

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: