Luhut Sebut sebagai Forum Ekonomi Bukan Politik, FIWS: G20 Tak Bisa Lepas dari Politik

Mediaumat.id – Pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan yang mengatakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 bukanlah forum politik, disanggah Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadji begini. “Keberadaan forum-forum seperti G20 ini ataupun G8 misalkan, itu tidak bisa lepas dari masalah politik,” bantahnya kepada Mediaumat.id, Jumat (25/3/2022).
Disinyalir, munculnya pernyataan itu sebagai respons desakan agar Indonesia tak mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin karena invasinya ke Ukraina.
Seperti diumumkan, mulai 1 Desember 2021 hingga KTT Group Twenty (G20) pada November 2022, Indonesia secara resmi didapuk menjadi presidensi (tuan rumah) selama setahun penuh. Hal itu sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara anggota berkembang pertama yang menjadi tuan rumah G20.
Dikabarkan pula, KTT G20, kelompok informal dari 19 negara dan Uni Eropa, serta pewakilan dari International Monetary Fund (IMF) dan World Bank (WB), memiliki posisi strategis karena secara kolektif mewakili sekitar 65% penduduk dunia, 79% perdagangan global, dan setidaknya 85% perekonomian dunia.
Maknanya, forum tersebut seakan memang membahas persoalan ekonomi dunia saja, sebagaimana pernyataan Menko dimaksud. Meski berikutnya Menko Luhut menyampaikan alasan bahwa terlalu dini untuk mengomentari desakan tadi dengan, “Kita menunggu dan melihat saja dulu.”
Namun menurut Farid, apa pun yang dibahas pada forum tersebut baik aspek budaya, ekonomi, kemasyarakatan apalagi politik, jelas merupakan isu-isu politik. “Walaupun forum itu disebut sebagai forum ekonomi, tetapi tidak lepas dari isu-isu politik,” ulasnya.
Bahkan dalam level global, seperti diketahui, AS yang telah menjad tuan rumah pertama pada 2008, kerap kali menggunakan kebijakan-kebijakan ekonomi sebagai alat politiknya.
Sebagai penegasan, sejak 2010 KTT G20 yang sebelumnya membahas beragam isu, ternyata pembahasan di dalamnya terbagi menjadi dua jalur. Pertama, jalur keuangan (finance track) yang fokus terhadap masalah ekonomi dan keuangan.
Kedua, jalur sherpa (sherpa track) yang menaungi pembahasan pembangunan di berbagai bidang yang fokus pada isu-isu non ekonomi. “Seperti pembangunan anti korupsi, ketahanan pangan, dan lain sebagainya,” beber Farid.
Secara historis pun, tambah Farid memisalkan, Pittsburgh Summit 2009 atau atau KTT G20 yang dilangsungkan pada 24-25 September 2009 di Pittsburgh, Pennsylvania, AS, menghasilkan beberapa kesepakatan di antaranya terkait program nuklir Iran. “Jadi tidak benar-benar hanya melulu membahas persoalan ekonomi,” tegas Farid.
Sarat Faktor Politik
Sementara di sisi lain, ia memandang, persoalan diterima atau tidak suatu negara dalam perhimpunan tersebut, berkaitan dengan faktor-faktor politik. “Meskipun itu forum berjudul forum ekonomi, tetapi tidak bisa dilepaskan dari politik,” tekannya lagi.
Lantas apakah Indonesia menerima Rusia atau tidak, Farid menjelaskan, hal itu sangat ditentukan oleh negara-negara besar anggota forum. “Indonesia ini sebatas panitia sebenarnya kan? Walaupun punya posisi-posisi yang disebut penting karena sebagai tuan rumah,” ucapnya.
Tetapi, ia mengingatkan, posisi penting yang dimaksud ialah yang diadakan atau diberikan oleh negara-negara besar.
“Artinya apa? Kebijakan-kebijakan Indonesia dalam dunia internasional termasuk dalam forum ini, adalah kebijakan-kebijakan yang sangat ditentukan oleh negara-negara besar,” jelasnya.
Tegasnya, apakah G20 menerima Rusia atau tidak, kembali lagi itu tidak tergantung kepada Indonesia. Tetapi kebijakan negara-negara besar dalam hal ini AS atau negara-negara anggota dari Eropa. “Itulah yang nanti akan menentukan. Indonesia itu nanti akan mengikuti saja,” tambahnya.
Ditambah, sejauh tidak mengganggu kepentingan politik dan ekonomi negara-negara besar seperti AS, Inggris serta negara Eropa lainnya, tentu kehadiran Rusia di KTT G20 ke-17 akan dipertimbangkan oleh mereka.
“Bagaimanapun kebijakan kapitalisme ini adalah kebijakan yang pragmatis. Dasar pertimbangannya adalah kemanfaatan bagi negaranya masing-masing,” pungkasnya.[] Zainul Krian