LBH Pelita Umat: Kasus Hajatan Anak KDM Patut Diproses Hukum

 LBH Pelita Umat: Kasus Hajatan Anak KDM Patut Diproses Hukum

MediaUmat Kasus meninggalnya tiga orang (bahkan diperkirakan akan tambah) karena kelalaian pada acara pesta rakyat untuk merayakan pernikahan Wakil Bupati Garut Putri Karlina dengan Maula Akbar, putra Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) Jumat, 17 Juli 2025, harusnya diproses hukum sebagai bentuk pertanggungjawaban, bukan hanya sekadar memberikan kompensasi.

“Kalau ada memang terdapat unsur kelalaian yang dilakukan oleh KDM, misalkan yang dilakukan oleh anaknya misalkan, atau menantunya atau penyelenggara acara, maka ini patut untuk diproses secara hukum karena ini adalah bentuk pertanggungjawaban, bukan hanya sebatas kompensasi,” ujar Ricky Fattamazaya dari Lembaga Bantuan Hukum Pelita Umat (LBH Pelita Umat) dalam Special Interview: Pesta Rakyat Berujung Maut, Sabtu (26/7/2025) di kanal YouTube Rayah TV.

Karena, menurutnya, kalau kompensasi, berarti tidak memakai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 359 yang isinya mengatur tentang tindak pidana yang menyebabkan kematian orang lain karena kelalaian.

“Oleh karena itu kita juga harus memberikan equal (sama atau setara) kesetaraan karena salah satu sifat hukum mestinya itu adalah equality before the law (kesetaraan di hadapan hukum). Semua itu sama atau setara di mata hukum,” tegasnya.

Ricky menyayangkan kalau misalkan masyarakat melakukan demikian itu bisa dikenai pasal 359 KUHP. Tapi kalau pejabat tidak.

“Ya sudah hapus saja pasal 359 KUHP ini percuma ada gitu karena tidak equal begitu,” tegasnya.

Jadi, bebernya, tanggung jawabnya itu adalah tanggung jawab sosial, yang berani mengakui bahwasanya memang ada kelalaian. “Ketika memang masuk unsur 359, maka layak untuk diberi sanksi secara pidana,” ujarnya.

Tidak Membeda-bedakan

Ricky menilai mestinya penerapan hukum itu tidak membeda-bedakan. “Ini kan teori sebenarnya yang menjalankan itu mestinya adalah aparat-aparat yang menegakkan keadilan tadi, aparat-aparat hukum tadi gitu. Mestinya tidak membeda-bedakan. Oh, ini masyarakat biasa, oh ini pejabat, gitu,” tuturnya.

Bahkan, lanjutnya, mestinya sanksi itu juga harus lebih tegas ketika memakai prinsip-prinsip equality before the law.

“Agar pejabat-pejabat ini tidak lalai atau mengevaluasi kinerjanya. Jangan hanya sebatas niat untuk ramai, niat untuk pesta, tetapi menimbulkan korban-korban. Bukan hanya luka, tapi juga mati. Begitu,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *