Mediaumat.id – Masyarakat justru diminta siap-siap untuk kecewa usai RKUHP disahkan menjadi KUHP yang baru. “Masyarakat memang harus siap-siap. Siap-siap apa? Siap-siap kecewa,” ujar Ali Syafiuddin dari Tabayyun Center dalam Kabar Petang: Hukum Pidana Islam Sempurna dan Adil, Kamis (15/12/2022) di kanal YouTube Khilafah News.
Pasalnya, alih-alih dirancang menggantikan KUHP warisan kolonial Belanda guna meminimalisir ketidakadilan, diskriminasi, otoritarianisme, mental kolonial, dsb., justru harapan tersebut sangat berpeluang enggak bakalan terwujud.
Menurutnya, masih banyak permasalahan di dalam pasal-pasal KUHP baru. Berbagai pihak termasuk dirinya pun menilai isi dari KUHP baru justru menutup pintu kritik. “Bukannya mengikis kolonialisme. Tapi justru KUHP baru ini menjadikan mental pemerintah kolonial yang anti kritik berpeluang semakin kokoh,” misalnya.
Sebutlah pasal yang memidana penyebaran paham yang dianggap bertentangan dengan Pancasila, penghinaan terhadap presiden dan lembaga-lembaga negara, maupun pasal pidana terkait dengan penyelenggaraan demonstrasi tanpa izin pihak berwenang. “Ini adalah pasal-pasal karet,” kata Ali menambahkan.
Terlebih, sambungnya, ketentuan-ketentuan yang bersifat karet tersebut nantinya bisa dijadikan alat represif membungkam kritik dari masyarakat.
Belum lagi pasal LGBT. “Mereka yang menyerukan LGBT dan menyebarkan LGBT ini tidak dianggap bahaya bagi masyarakat, tidak dikenai pidana,” bebernya.
Begitu pula dengan pasal perzinaan yang menurut Ali, pasal dimaksud malah membolehkan perzinaan atau tidak bisa diproses hukum selama tidak ada aduan dari pihak yang merasa dirugikan. “Inilah pasal-pasal yang di antaranya kita itu siap. Siap apa? Siap-siap untuk kecewa,” tandasnya kembali.
Makanya, meski memiliki nama KUHP baru tetapi menurut Ali, prinsip-prinsip hukum yang dianut masih memiliki banyak kesamaan dengan yang lama. Bahkan mental kolonialnya terasa lebih kuat.
Hukum Adil
Oleh karena itu, Ali memaparkan tentang hukum ideal adalah yang adil dari yang Mahaadil. “Hukum yang adil adalah hukum yang dibuat oleh Zat yang Mahaadil,” tegasnya, seraya menyebutkan Allah SWT yang Mahaadil sekaligus pencipta alam semesta dan juga manusia.
Dengan kata lain, kalau masyarakat ingin keadilan dan kesejahteraan, tiada lain harus berhukum kepada syariat Islam.
“Kita yakin Allah SWT sebagai Al-Khaliq, kita yakin Al-Qur’an sebagai kitab suci, dan kita itu yakin Nabi Muhammad itu sebagai utusanNya, maka konsekuensi kita, keimanan kita, bukan sekadar pengakuan maupun klaim saja, tetapi keimanan kita itu menuntut pembuktian,” tuturnya.
Sebagaimana termaktub di dalam Al-Qur’an Surah an-Nisa ayat ke-65, yang artinya, ‘Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim atas perkara apa yang mereka perselisihkan. Lalu mereka tidak merasakan dalam hati mereka itu keberatan atau keputusan apa yang kamu berikan, dan mereka menerima sepenuhnya’.
Kata Ali, Syaikh Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan di dalam tafsirnya, bahwa orang dikatakan beriman tatkala memenuhi tiga kriteria. Pertama, menjadikan Rasul Muhammad sebagai hakim. Kedua, tak merasa keberatan di dalam hatinya ketika Rasulullah menetapkan hukum. Ketiga, patuh sepenuhnya serta menerima keputusan Rasul secara total.
Tak hanya itu, bagi seorang beriman, tidak ada pilihan selain patuh terhadap keputusan dimaksud.
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” paparnya, menukil QS al-Ahzab ayat ke-36.
Demikianlah, umat Islam harus memiliki keyakinan bahwa hukum Allah SWT pasti adil. Lagipula telah jelas diterangkan bahwa Allah tidak bakal menzalimi hamba-hambaNya. “Tiadalah Allah berkehendak untuk menganiaya hamba-hamba-Nya,” ucapnya, melansir QS Ali Imran ayat ke-108.
Rahmat Seluruh Alam
Lebih dari itu, seperti halnya firman Allah SWT di dalam QS al-Anbiya ayat ke-107, diutusnya Rasulullah SAW di dunia adalah sebagai rahmat seluruh alam. “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam,” demikian bunyi ayat dimaksud.
Maksudnya, dengan menerapkan hukum Islam di seluruh aspek kehidupan, akan memunculkan kerahmatan yang sesungguhnya. Yang berarti, kata Ali, mendatangkan kemaslahatan serta menolak kemudharatan.
Lebih jauh lagi, kemaslahatan yang bakal terwujud dimaksud terdiri dari delapan konsep pemeliharaan. Di antaranya, menjaga agama, jiwa/nyawa, akal, keturunan, harta, kehormatan, keamanan, dan negara.
“Mengenai siapa? Akan mengenai semua, baik Muslim maupun non-Muslim,” tegasnya, sembari menyampaikan bukti-bukti yang mendukung kebenaran yang ia maksud.
Adalah Andalusia (Spanyol) berikut tiga agama di dalamnya serta berbagai suku yang berbeda bisa hidup rukun selama tujuh abad di era kepemimpinan Islam. Hal itu pun diakui oleh sejarawan Amerika Will Durant terkait tidak adanya sistem yang bisa memberikan kesejahteraan luar biasa kecuali Islam. “Itulah kerahmatannya Islam ketika Islam diterapkan, akan betul-betul terwujud kemaslahatan,” pungkas Ali.[] Zainul Krian