KTT Gaza 2025 Dinilai Hanya Legitimasi Politik Barat atas Palestina
MediaUmat – Keterlibatan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan negara-negara Barat dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) 2025 Gaza Peace Summit Senin (13/10/25) di Kairo Mesir, dinilai sekedar legitimasi politik bagi tindakan militer dan pengaruh asing di wilayah Palestina.
“[Sejauh mana keterlibatan pemimpin global seperti Trump dan negara-negara Barat dalam 2025 Gaza Peace Summit ini? Apakah sekadar legitimasi politik bagi tindakan militer dan pengaruh asing di wilayah Palestina, Bung?] Iya betul,” ujar Pengamat Hubungan Internasional Hasbi Aswar, Ph.D., dalam Kabar Petang: Peace 2025, Occupation by Design, Senin (20/10/2025) di kanal YouTube Khilafah News.
Karena, menurut Hasbi, KTT adalah pendekatan unilateral, yakni pendekatan-pendekatan sebuah negara khususnya Amerika Serikat yang mengajak beberapa negara lain untuk ikut terlibat dengan prioritas-prioritas kepentingan Amerika Serikat.
“Jadi, ini dari awal saja ini sudah pendekatan unilateral. Yang idealnya kalau memang Amerika Serikat punya niat baik untuk Gaza harusnya yang dilibatkan di sini adalah PBB. PBB kan 193 negara. Berarti harusnya ada komite kalau memang punya niat baik,” bebernya.
Ada komite khusus, lanjutnya, yang dibentuk di PPB yang didorong oleh Amerika Serikat. Kemudian komite khusus itu mungkin bekerja sama misalnya untuk mendorong kegiatan gencatan senjata, kemudian setelah itu melakukan pengawasan supaya kegiatan gencatan senjata itu bisa terlaksana dengan maksimal.
“Kemudian melakukan pelaporan-pelaporan ketika terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap gencatan senjata,” jelasnya.
Jadi, tuturnya, ada proses yang sifatnya berkesinambungan dari perencanaan, kemudian kontrol, kemudian penegakan hukum yang tegas bagi para pelanggar, dan untuk memastikan semua proses-proses bantuan kemanusiaan, termasuk juga pembangunan infrastruktur, dan macam-macamnya ke depan itu berjalan.
“Tapi itu tidak ada pembahasan itu. Kenapa? Karena ini bukan perspektif yang diinginkan oleh Amerika Serikat. Yang diinginkan oleh Amerika itu kan gencatan senjata kemudian Hamas hilang. itu saja gitu,” tegasnya.
Dan setelah Hamas hilang, bebernya, barulah kemudian bantuan kemanusiaan, dan rekonstruksi terjadi.
“Nah, itu saja sudah perspektif yang sangat sempit karena pendekatannya unilateral, pendekatan satu arah Amerika Serikat gitu. Nah, yang diharapkan sebenarnya adalah pendekatan multilateral itu untuk kepinginan sekarang ya. Multilateral itu artinya apa? Ya, PBB dilibatkan ya ini kita bicara dalam perspektif yang ideal ya gitu ya. PBB dilibatkan,” jelasnya.
Banyak negara yang terlibat, ujarnya, utamanya negara-negara yang dari pihak ketiga yang di anggap bukan negara yang pro-Israel, bukan juga negara yang pro terhadap Palestina.
“Pihak ketiga yang betul-betul di situ melibatkan negara-negara, melibatkan para jurnalis misalnya, melibatkan tentara-tentara perdamaian, melibatkan pihak-pihak ketiga yang netral misalnya dan di sisi yang lain ada penegakan hukum yang tegas,” ujarnya.
Ia juga menyebut, ketika ada proses konflik atau perang kemudian terjadi gencatan senjata itu biasanya ada ada pendekatan yang komprehensif.
“Kalau dalam diplomasi itu istilahnya multitrack diplomasi, pendekatan untuk membangun perdamaian peace building yang melibatkan semua pihak, negara, negara, media, agamawan dan semuanya termasuk juga militer untuk mengamankan,” ujarnya.
Tapi itu, menurutnya, tidak ada dan konsepnya pun juga tidak ada. Karena yang ingin dicapai oleh Trump, adalah gencatan senjata terjadi, semua tahanan itu dipulangkan, setelah itu Hamas harus disetop di Gaza. Kemudian setelah itu baru bantuan bisa masuk, bisa maksimal rekonstruksi.
“Tapi itu kan apa yang saya katakan tadi itu cuman ada di angan-angan saja. Kenapa? Karena sekali lagi ini kita bicara mengenai politik internasional yang didominasi oleh negara yang kuat sehingga kita tidak bisa berharap itu terjadi. Sehingga pendekatannya adalah apa? Ya, seperti itu. Amerika Serikat yang mengajukan untuk kepinginan Amerika dan negara-negara yang lain, negara-negara Muslim hanya bisa ikut,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat