Konten Horor, Dibuat Tanpa Pertimbangan Bahaya Nalar dan Akidah

MediaUmat – Maraknya video konten yang mengumbar ketakutan terhadap hantu (horor) yang terus dijual sebagai hiburan, menurut Direktur Siyasah Institute Iwan Januar, dibuat tanpa mempertimbangkan apakah nanti bisa membahayakan nalar kritis masyarakat, apalagi bisa merusak akidah.
“Nah, tanpa memandang apakah ini nanti bisa membahayakan nalar kritis masyarakat, apalagi bisa merusak akidah, itu enggak lagi jadi pertimbangan,” ujarnya dalam Kabar Petang: Pocong, Kuyang, Kuntilanak, Genderuwo, Cuma demi AdSense? di kanal YouTube Khilafah News, Rabu (4/6/2025).
Pasalnya, ujar Iwan, sekarang ini hidup di dunia kapitalis. Yang penting ada cuan, yang penting memberikan keuntungan. “Mau masalah agama itu sudah enggak jadi lagi pertimbangan mereka,” urainya.
Beberapa Faktor Penyebab
Iwan melihat ada beberapa faktor sebab tayangan-tayangan atau konten-konten horor atau hantu itu tinggi peminatnya.
Pertama, manusia senang dengan sesuatu yang memacu adrenalin. Maka film-film aksi itu juga cukup tinggi peminatnya. “Nah, film hantu kan juga begitu karena ada efek kejutannya, efek kejutnya ya,” cetusnya.
Kedua, aspek sosial. Dengan film-film hantu itu orang-orang, menurut Iwan, jadi seperti tersatukan. Sama-sama senang dengan film hantu, kemudian sama-sama senang ketakutan, lalu kemudian jadi ada pengikatnya, ada melting point-nya di film horor.
“Malah ada komunitas-komunitasnya di masyarakat yang membicarakan baik itu film horor ataupun komunitas membicarakan aspek-aspek gaib,” sebutnya.
Ketiga, acak budaya. Jadi, sebut Iwan, hampir tiap negeri itu, tiap daerah ada urban legend-nya, ada dongeng rakyatlah tentang hantu. Kalau di Eropa ada vampir ya, ada drakula, misalnya, kemudian juga ada zombie.
“Di Indonesia kan juga banyak kuntilanak, genderuwo, pocong, juga muncul ikon-ikon yang baru, suster ngesot seperti itu ya,” ujarnya.
Keempat, aspek ekonomi. Karena, sebut Iwan, ternyata film-film horor ini peminatnya banyak sekali. “Seperti film horor yang terakhir ya, KKN Desa Penari itu kan sampai berapa? Di atas 8 juta setahu saya ya penontonnya,” ujar Iwan.
Nah, itu, kata Iwan, memberikan cuan yang besar untuk produsernya, sutradaranya juga para pemainnya.
“Jadi, aspek ekonomi ini juga menjadi pertimbangan orang lebih senang bikin film-film hantu, film-film horor ketimbang misalnya ya, film seperti anak-anak atau film dokumenter atau film-film serius karena memang lebih besar aspek keuntungan yang mereka dapatkan,” pungkasnya.[] Muhammad Nur
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat