Konflik Perang Dagang AS-Cina Memanas, Momentum Muslim Bertransformasi

 Konflik Perang Dagang AS-Cina Memanas, Momentum Muslim Bertransformasi

Mediaumat.info –Di tengah memanasnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina, umat Islam termasuk juga yang ada di Indonesia, semestinya bergerak, bertransformasi untuk bisa menjadi pemain utama perekonomian global.

“Pentingnya umat Islam itu bergerak, melakukan transformasi diri dari ‘pelanduk’ menjadi ‘gajah’ juga,” ujar Cendekiawan Muslim Ustadz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) dalam Focus: Perang Dagang Trump, Kenapa? Ahad (13/4/2025) di kanal YouTube UIY Official.

Sebelumnya ia menyampaikan, ketegangan perang dagang kali ini telah memunculkan dua kompetitor besar yaitu antara Amerika Serikat (AS) dan Cina

“Itu terlihat bagaimana Trump dengan pongahnya mengatakan ada 50 negara lebih yang meminta Amerika untuk melakukan negosiasi. Sementara kita lihat Cina bukan minta negosiasi, dia balas (dengan juga menaikkan tarif impor dari AS),” ungkapnya.

Dengan kata lain, perang dagang yang menurut UIY, didorong oleh politik nasionalisme atau dalam hal ini chauvinisme yakni sikap cinta tanah air yang diartikan sebagai keunggulan terhadap bangsa lain ini, ibarat peribahasa ‘Gajah bertarung dengan gajah, pelanduk mati di tengah-tengah’.

Sementara, si pelanduk dimaksud adalah negara-negara Muslim, termasuk Indonesia, yang tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengikuti kehendak si ‘gajah’ AS maupun Cina. “Sekali bersama dengan Amerika, sekali bersama dengan Cina,” kata UIY.

Kendati demikian, UIY mengingatkan perihal sikap ini. Sebab, bisa jadi strategi dua kaki ini malah sama-sama tak memberikan keuntungan bagi negeri ini, baik dari AS maupun Cina.

Maka itu, meski tidak mudah, kembali UIY menegaskan, penting bagi umat Islam bertransformasi menjadi pemain besar politik dan ekonomi di kancah internasional.

Pasalnya, tabiat Muslim pada dasarnya adalah ‘gajah’ yang sebenarnya. “Dia (umat Islam) raksasa dari apa pun ya, dari demografinya dia raksasa, dari wilayahnya dia raksasa, dari sumber daya ekonominya dia raksasa,” papar UIY.

Namun, secara fakta negeri-negeri Muslim saat ini justru hanya menjadi penonton dan mengikuti kehendak dari negara-negara besar. Hal ini dikarenakan negara Muslim terpecah belah menjadi negara-negara kecil tak berdaya dengan sekat-sekat nasionalisme yang berbahaya.

Padahal, seperti halnya Uni Eropa yang notabene blok persatuan dan kesatuan dari banyak negara, para penguasa negeri Muslim berikut umat Islam seharusnya memperhatikan lantas segera berupaya mempersatukan seluruh negeri Muslim di dunia.

Sebab tanpa persatuan, secara volume ekonomi misalnya, setiap negeri Muslim saat ini masih kalah besar dibandingkan dengan Cina. “Potensi itu, kalau bahasa Jawanya, itu mangkrak. Jadi sia-sia, dia tidak bisa diberdayakan menjadi kekuatan yang faktual atau kekuatan yang aktual,” ujarnya.

Artinya, kemampuannya itu hanya berhenti sebagai potensi. Itu pun potensi hipotetik karena membayangkan persatuan yang sejatinya belum terwujud.

Karenanya pula, sebut UIY, ketegangan perang dagang berikut dampak buruknya terhadap ekonomi secara global ini harus menjadi pelajaran berharga bagi umat Islam untuk bangkit menjadi kekuatan besar dunia sebagaimana dahulu kekhilafahan Islam mewujud menjadi adidaya.

“Kala itu, tak hanya menjamin perlindungan dan kemakmuran kepada warganya baik Muslim maupun non-Muslim, tetapi kepada orang asing dengan tanpa memandang agama mereka pun, jika diperlukan akan diberikan hal serupa,” pungkasnya.[] Zainul Krian

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *