Kiai Shiddiq: Patokan Safar adalah Waktu, Bukan Jarak!

MediaUmat – Terkait hukum safar bagi wanita, Founder Institut Muamalah Indonesia KH Muhammad Shiddiq al-Jawi menyatakan yang menjadi patokan dalam safar tanpa mahram adalah waktu, yakni sehari semalam, berapa pun jarak yang ditempuh.
“Yang menjadi patokan dalam safar tanpa mahram adalah waktu, yakni sehari semalam, berapa pun jarak yang ditempuh. Kalau misalnya seorang wanita tidak menghabiskan waktu sehari semalam tersebut, bahkan dia melakukan perjalanan dan pulang, sebelum jangka waktu itu (24 jam), boleh dia bepergian tanpa mahram,” ujarnya kepada media-umat.com, Jumat (27/6/2025).
Kiai Shiddiq mencontohkan, apabila seorang Muslimah melakukan perjalanan Jogja-Jakarta yang jaraknya sekitar 560 kilometer dengan naik pesawat (1 jam Jogja-Jakarta), dengan menginap di Jakarta 3 (tiga) hari. Maka tidak wajib wanita itu disertai mahramnya. Karena dengan naik pesawat, waktu berangkat dan pulangnya (PP), hanya kira-kira 2 jam, dan jika ditambah waktu PP dari rumah ke bandara yang memakan waktu sekitar 2 jam x 2 = 4 jam, maka total waktu yang diperlukan sekitar 2 + 4 jam = 6 jam. Sedangkan waktu menginap tidak dihitung sebagai waktu safar.
“Jadi, boleh dia melakukan perjalanan PP tersebut tanpa mahram,” ucapnya.
Akan tetapi, kata Kiai Shiddiq, jika lama perjalanan (masiirah) yang ditempuh wanita Muslimah itu lebih dari 24 jam, maka wajib dia disertai mahramnya, walaupun jaraknya tidak sampai jarak safar syar’i.
Kiai Shiddiq menyebut, mahram yang dimaksudkan adalah setiap laki-laki yang haram menikah dengan wanita itu secara abadi (mahram mu`abbad), seperti saudara laki-lakinya, ayahnya, anak laki-lakinya, atau menantu laki-lakinya.
“Jadi, bukan mahram sementara (mahram mu`aqqad), yaitu setiap laki-laki yang haram menikah dengan wanita itu secara sementara (mu`aqqad). Seperti suami dari adik perempuannya (adik ipar), atau suami dari kakak perempuannya (kakak ipar),” terangnya.
Namun terkait dengan haji dan umrah, Kiai Shiddiq menegaskan, wajib hukumnya Muslimah yang naik haji atau umrah disertai mahramnya atau suaminya, tidak lagi melihat lagi apakah lama perjalanannya sehari semalam atau tidak, juga tidak melihat lagi apakah jarak perjalanannya sudah mencapai jarak safar syar’i atau tidak.
Hal itu, menurut Kiai Shiddiq, dikarenakan terdapat dalil khusus, bahwa wanita yang melakukan safar untuk naik haji atau umrah, wajib hukumnya disertai suaminya atau mahramnya.
“Inilah pendapat yang rajih yang ditabanni dalam kitab Nizham Ijtima’i karya Imam Taqiyuddin an-Nabhani,” pungkasnya.[] Agung Sumartono
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat