Mediaumat.id – Penyamaan arti jilbab dan kerudung dinilai salah kaprah. “Sebenarnya itu penggunaan (istilah) yang salah kaprah,” ujar Pakar Fikih Kontemporer sekaligus Founder Institut Muamalah Indonesia KH Muhammad Shiddiq al-Jawi dalam Kajian Fikih: Jilbab dan Kerudung, Apa Bedanya? di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Jumat (19/8/2022).
Artinya, penggunaan istilah jilbab untuk menunjukkan makna kerudung adalah tidak tepat. Karena sebenarnya terdapat perbedaan antara kerudung dengan jilbab.
Terlebih, kata Kiai Shiddiq, buntut panjang dari kasus dugaan pemaksaan pemakaian jilbab (maksudnya kerudung) terhadap salah satu siswi di SMA Negeri 1 Banguntapan, Bantul, DI Yogyakarta awal Agustus kemarin berdampak kepala sekolah serta tiga guru setempat dijatuhi sanksi disiplin.
“Padahal sebenarnya tidak ada. Akhirnya kan menimbulkan pro-kontra seakan-akan jilbab itu dipaksakan dan seterusnya,” sesalnya.
Lantas, lanjut Kiai Shiddiq, definisi jilbab dengan kerudung telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an. “Istilah untuk kerudung dalam Al-Qur`an disebut dengan istilah khumur, (jamak/plural dari khimar) bukan dengan istilah ‘jilbab’,” terangnya.
Jelasnya, kata khumur terdapat dalam firman Allah SWT, QS an-Nur: 31 yang artinya, ‘Dan hendaklah mereka (para Muslimah) menutupkan kain kerudung ke dada mereka.’
Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya, Tafsir Ibnu Katsir, Juz IV, hlm. 227 menjelaskan bahwa yang dimaksud khimar adalah apa-apa yang digunakan untuk menutupi kepala.
Dengan kata lain, tafsir dari kata khimar jika dialihkan ke dalam bahasa Indonesia artinya adalah kerudung. “Inilah yang saat ini secara salah kaprah disebut ‘jilbab’ oleh masyarakat umum Indonesia,” sambungnya.
Adapun istilah ‘jilbab’, ucap Kiai Shiddiq melanjutkan, ternyata di dalam Al-Qur`an surah al-Ahzab ayat 33 terdapat istilah tersebut tetapi dalam bentuk pluralnya, yaitu jalabib.
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin, ’Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’.”
Menafsirkan ayat ini, ungkap Kiai Shiddiq, Imam Al-Qurthubi berkata, ‘Kata jalabib adalah bentuk jamak dari jilbab, yaitu baju yang lebih besar ukurannya daripada kerudung (akbar min al-khimar).
Diriwayatkan pula, bahwa Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud berpendapat bahwa jilbab artinya adalah ar-rida` (pakaian sejenis jubah/gamis). Bahkan, kata Kiai Shiddiq, ada yang berpendapat jilbab adalah al-qina’ (kudung kepala wanita atau cadar).
Sehingga terlepas itu, memang benar ada satu qaul sebagaimana diungkapkan oleh AW Munawwir, di dalam kamus Al-Munawwir, hlm. 1163, dan Mu’jam Lughah al-Fuqaha, hlm. 283, bahwa ‘jilbab’ berarti al-qina’ yang apabila diindonesiakan sebagai kudung kepala wanita atau juga dapat diartikan sebagai cadar, yakni sesuatu yang menutupi wajah.
“Mungkin qaul (pendapat) inilah yang masyhur yang menjadi landasan, sebab, mengapa di Indonesia, sehingga kemudian istilah jilbab lebih populer dimaknai sebagai kerudung,” tandasnya.
“Tetapi kalau kita melihat pendapat atau uraian dari Imam Al-Qurthubi tadi sebenarnya pendapat lebih tepat yang mengartikan bahwa yang namanya jilbab itu bukan kerudung,” sambungnya menegaskan.
Pasalnya untuk istilah kerudung sendiri, terang Kiai Shiddiq, ada keterangan lain, yaitu QS an-Nur, ayat 31 yang telah ia sampaikan tadi, yang dengan jelas bermakna kerudung atau penutup kepala.
“Jadi kerudung itu sudah selesai, sudah dibahas di sana,” timpalnya.
Pendapat Lemah
Sehingga pula, qaul yang mengatakan jilbab adalah semacam kerudung tersebut dianggap lemah oleh Imam Al-Qurthubi seperti halnya yang ia tuliskan di dalam kitab Tafsir al-Qurthubi, Juz XlV, hlm. 107.
Dengan kata lain, beliau menguatkan pendapat bahwa jilbab itu bukanlah kerudung ataupun cadar, melainkan baju yang menutupi seluruh tubuh.
Pun demikian, istilah jilbab sebagaimana didefinisikan di dalam kamus Al-Mu’jamul Wasith, hlm. 126 misalnya, ada dua makna, yakni selain sebagai baju yang menutupi seluruh tubuh, penggunaan jilbab yang dipakai Muslimah ternyata di atas baju-bajunya.
“Maksudnya di atas baju rumahnya seperti baju kurung,” jelasnya.
Tak hanya itu, di dalam kitab lain, masih terkait istilah-istilah fikih, semacam Mu’jam Lughah al-Fuqaha, definisinya sejalan dengan yang ada di kamus yang menjelaskan jilbab tak sama dengan kerudung. “Jilbab itu intinya bukan kerudung. Tetapi baju yang menutupi seluruh tubuh,” tegas Kiai Shiddiq lagi.
Tak ketinggalan, pendapat dari Syekh Rawwas Qal’ah Jie, di dalam kitab beliau Mu’jam Lughah al-Fuqaha, hlm. 126, juga mengartikan bahwa jilbab adalah suatu baju longgar yang dipakai wanita di atas baju-bajunya (baju kerja/rumah).
“Sebutlah daster yang ketika seorang Muslimah itu berbusana yang benar berarti setelah underwear atau baju dalam itu ada baju rumah,” lugasnya.
Berikutnya, tambah Kiai Shiddiq, definisi serupa pun ada di dalam kitab At-Tafsîr al-Munîr fi al-‘Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj, Juz 22, hlm. 114 yang ditulis oleh Syekh Wahbah Zuhaili.
“Jilbab menurut Syekh Wahbah Zuhaili adalah baju panjang yang dipakai perempuan seperti gamis, atau baju yang menutup seluruh tubuh,” kutipnya.
Dengan demikian, pendapat yang lebih kuat tentang definisi antara kerudung dan jilbab memang tak sama. “Pendapat yang lebih kuat, yang lebih rajih itu adalah bahwa kerudung itu, itu berbeda dengan jilbab,” simpulnya.
Maksudnya, argumentasi yang lebih kuat, yang lebih masyhur di kalangan para ulama, istilah jilbab itu bukan kerudung, melainkan baju terusan longgar yang dipakai Muslimah di atas baju rumahnya,
“Jilbab itu artinya adalah baju terusan yang longgar, yang dipakai wanita di atas baju rumahnya. Itulah yang tepat mengenai makna jilbab,” pungkasnya.[] Zainul Krian