Mediaumat.id – Didapuk narasumber lainnya untuk memaparkan soal penolakan atas partisipasi entitas zionis Yahudi dalam gelaran Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia beberapa waktu lalu, Cendekiawan Muslim KH Rokhmat S Labib menegaskan, entitas Yahudi dimaksud lebih tepat disebut perampas daripada penjajah.
“Kalau dalam pendapat atau penjelasan yang tepat itu, Israel bukan sekadar penjajah tetapi perampas,” paparnya dalam Silaturahim: Hikmah Ramadhan Mulai Dari Perampok Israel, HTI & Khilafah ??!! di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Kamis (27/4/2023).
Bahkan, sambung Kiai Labib, kalaupun tak ingin menyebutnya sebagai entitas penjajah Yahudi, setidaknya bisa mengatakan sebagai negara ilegal. “Sebenarnya Israel bisa dikatakan sebagai negara yang ilegal,” terangnya.
Lantas usai membetulkan pernyataan dari Ustadz Slamet Sugiono, pembawa acara ketika itu, tentang entitas penjajah Yahudi yang tak memiliki wilayah, Kiai Labib menggambarkan demikian.
“Kalau penjajah itu kayak begini, Belanda punya negara lalu meluaskan wilayahnya ke Indonesia. Wilayah Indonesia itu dijajah, diambil sumber daya alamnya, dibawa ke Belanda. Di sana menjadi kaya raya, di sini tetap miskin. Ini namanya negara penjajah,” urainya.
Sementara, entitas Yahudi yang ia maksud tidak seperti itu. “Dia tidak punya tanah air, tidak punya wilayah. Dia ada di Eropa, tersebar di Rusia, Amerika, segala macam, dan datanglah ke Palestina dan mereka kemudian merampas tanahnya, didirikanlah di tanah kaum Muslim itu sebuah negara,” jelasnya.
Sebagai tambahan, kata Kiai Labib, untuk bisa menduduki tanah Palestina, entitas penjajah Yahudi sebelumnya mendapatkan dukungan dari Inggris, lalu diresmikan PBB dan kini dipelihara oleh Amerika Serikat (AS).
Umat Islam Bersikap
Lantaran itu, sebagai umat Islam harusnya bersikap sebagaimana perintah Allah SWT yang termaktub di dalam QS al-Mumtahanah ayat pertama. “Kalau seperti itu, maka kaum Muslim itu jelas sikapnya. Sikapnya apa? Sikapnya itu seperti yang disebutkan dalam Surat al-Mumtahanah,” tegasnya.
Lebih jelasnya ia menyampaikan, di dalam ayat dimaksud, Allah SWT melarang kaum Muslim mengangkat sebagai wali, atas orang-orang yang memerangi, mengusir, ataupun sekadar membantu mengusir umat Islam karena agama.
Sehingga ia pun memandang, entitas penjajah Yahudi yang bercokol di tanah Palestina telah memenuhi tiga unsur tersebut “Dia telah membunuh, memerangi Muslimin, dia telah mengusir kaum Muslim, dan dia membantu pengusiran itu,” tegasnya kembali.
Sementara, istilah wali yang dimaksud tersebut, kata Kiai Labib, tentu kembali kepada makna yang dikenal dalam bahasa Al-Qur’an, yaitu bahasa Arab. “Mulai dari orang yang dicintai, sekutu, demikian juga pemimpin, dst., itu termasuk dalam kategori wali,” paparnya.
Bahkan untuk berbuat baik saja, tambahnya, kaum Muslim haram melakukan. “Bagaimana kaum Muslim bisa berbuat baik pada mereka, sementara mereka sendiri telah tiap hari untuk merampas dari kaum Muslim,” geramnya.
Bagai Satu Tubuh
Untuk juga dipahami, lanjut Kiai Labib, kata yang berarti ‘kalian’ di dalam ayat tersebut menggunakan mukhatab ‘kum’ atau kata ganti yang berarti kaum Muslim. “Ketika disebut kaum Muslim, berarti kaum Muslim di mana saja. Mau orang Indonesia, mau orang Malaysia, mau India, mau Palestina, segala macam,” cetusnya.
Lebih-lebih, Allah SWT juga telah menyatakan bahwa seluruh kaum Mukmin adalah bersaudara. “Kaum Mukmin itu sesungguhnya bersaudara” (QS al-Hujurat: 10).
Maknanya, seperti halnya dijelaskan oleh Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim, perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit, seluruh tubuh turut merasakannya dengan berjaga dan merasakan demam.
Sehingga, menurut Kiai Labib, justru aneh kalau misalnya kaki kesandung kemudian mulut malah berteriak kegirangan. “Kalau ada mulut yang berteriak begitu maka harus diragukan, jangan-jangan mulut orang lain yang nempel itu,” senyumnya.
Dengan demikian, kalau ada kaum Muslim yang diperlakukan seperti penduduk Palestina dizalimi oleh entitas penjajah Yahudi, umat Islam yang lain semestinya pula merasakan kepedihan yang sama.
Namun, kata Kiai Labib menyayangkan, saat ini yang dijadikan petunjuk bukanlah Al-Qur’an, seperti kewajiban umat Islam untuk taat kepada Allah SWT. Tetapi cenderung kepada asas manfaat berikut prinsip suka atau tidak terhadap suatu perkara.
Makanya, ia tak heran ketika gelaran Piala Dunia U-20 yang meski diikuti oleh partisipan dari entitas penjajah Yahudi, sebagian pihak menilai tidak menjadi masalah. Sebab, pertimbangan yang pakai cenderung kepada manfaat keuntungan dan kesenangan.
“Itu sebenarnya yang sangat memprihatinkan,” pungkasnya.[] Zainul Krian