Kiai Hafidz Nilai Gagasan Liberalisasi Islam sebagai Toksik

Mediaumat.id – Khadim Ma’had Syaraful Haramain KH. Hafidz Abdurrahman M.A. menuturkan bahwa gagasan liberalisasi Islam itu bukan dari Islam, sehingga bisa disebut toksik.

“Gagasan tentang liberalisasi Islam dan sebagainya diakui atau tidak itu memang bukan dari Islam. Karena ini bukan dari Islam, kita bisa sebut ini sebagai toksik,” tuturnya dalam rubrik Dialog Ramadhan: Kupas Tuntas Pemikiran Kaum Liberal di kanal YouTube Khilafah Channel Reborn, Kamis (14/4/2022).

Menurutnya, karena ini toksik maka umat Islam harus bisa melakukan detoksifikasi. “Kalau mereka tidak bisa melakukan detoksifikasi, maka tugas ulama untuk membantu mereka mendetoks agar mereka bisa ada imun di dalam tubuhnya. Agar mereka menjadi sehat kembali, kemudian bisa bangkit dengan Islam yang sesungguhnya,” jelasnya.

Kiai Hafidz menganggap umat Islam itu ibarat tubuh. Tubuh itu sehat atau tidak bergantung pada pemikirannya. Karena pemikiran itu ibaratnya darah di dalam tubuh manusia. Ketika tubuh manusia itu darahnya kotor, maka tubuh itu tidak sehat. “Nah karena itu, di sinilah perlunya detoksifikasi melakukan pembersihan darah-darah kotor tadi dari dalam tubuh dirinya supaya tubuh umat ini sehat,” tamsilnya.

Diungkapkannya, ketika umat Islam kehilangan payung dunia Islam yaitu dengan runtuhnya Khilafah Utsmani di Istanbul, itu diakui atau tidak berangkat dari pemikiran yang ada di dalam tubuh umat Islam, yang itu tidak bisa dilepaskan dari pengaruh toksik dari luar dirinya termasuk di antaranya kemudian adalah pemikiran-pemikiran dari Barat yang kemudian menjadi penting. “Kalau kita tidak memahami itu, maka kita jadi tidak tahu. Jangan sampai racun kita anggap madu kemudian kita konsumsi, padahal itu membinasakan, ini yang harus kita pahami,” ungkapnya.

Kia Hafidz melihat dalam konteks kehidupan nyata, pemikiran liberal ini adalah pemikiran-pemikiran yang sebenarnya berusaha untuk keluar dari pakem. “Islam yang sudah paten, sudah standar, sudah baku itu, mereka tidak ingin ‘pembakuan Islam’ karena itu dianggap ada hegemoni,” jelasnya.

Kiai Hafidz memberi contoh kasus yang sebenarnya sudah baku, misalnya poligami, jihad, isu khilafah, terkait dengan waris, anak zina dan sebagainya, yang akan diganti dengan makna baru dari luar Islam. “Ini semuanya mereka ingin coba untuk dalam bahasa halusnya itu rekonstruksi, yang sebenarnya bukan rekonstruksi tapi mereka ingin merobohkan dan coba untuk membangun dengan gagasan-gagasan baru yang sebenarnya bukan dari Islam,” paparnya.

Untuk menghadapi pemikiran liberal tersebut, Kiai Hafidz meminta agar umat Islam mampu mendudukkan fakta-fakta yang ada pada hakikatnya masing-masing. “Islam mengajarkan pemikiran yang cemerlang, pemikiran yang tinggi, pemikiran yang detail. Karena itu, umat Islam seharusnya belajar sehingga mereka tidak mengambil kesimpulan yang serampangan,” tegasnya.

“Intinya kita tidak membutuhkan apa yang disebut liberalisasi Islam, karena sebagai Muslim harus meyakini bahwa Islam sempurna sebagaimana firman Allah dalam QS al-Maidah ayat 3. Islam itu sudah sempurna, baik sebagai sistem maupun sebagai metode, maupun sebagai tsaqafah itu sudah sempurna,” pungkasnya.[] Raras

Share artikel ini: