Ketimpangan Makin Lebar, Ustazah Iffah: Tata Kehidupan Harus Dikoreksi

MediaUmat – Meneropong kesenjangan dan ketimpangan yang makin lama bertambah lebar antara kaum kaya dan miskin di Indonesia, Mubalighah Ustadzah Iffah Ainur Rochmah menyebut secara lebih mendasar tata kehidupan umat harus dikoreksi.
“Lebih mendasar semestinya ada fundamental penataan kehidupan yang harus dikoreksi,” ujarnya dalam Worldview: Krisis, Demo, Eat the Rich! Islam Punya Solusi, Ahad (21/9/2025) di kanal YouTube Muslimah Media Hub.
Walau rasio gini di negeri ini tercatat sebesar 0,379 per Maret 2025, yang menandakan masih ada ketimpangan lebar antara orang kaya dan miskin, sambung Iffah memaparkan, Islam sebenarnya tidak mempermasalahkan seseorang menjadi kaya.
Artinya, risalah Islam tidak membatasi kebolehan untuk memiliki kekayaan, tetapi lebih menekankan cara perolehannya yang tidak boleh keluar dari ketentuan syariat.
Ketentuan tersebut, sambungnya, berbeda dengan pemahaman sosialisme yang membatasi kepemilikan di banyak sektor, maupun kapitalisme yang justru mendorong prinsip kebebasan berkepemilikan tanpa batas. Bahkan di dalam sistem ekonomi kapitalis-liberal berlaku konsep laissez faire atau prinsip negara tidak boleh mengintervensi apa pun aktivitas ekonomi publik.
Tak ayal gelombang protes yang menuntut tindakan perubahan pun bermunculan seperti aksi-aksi yang melibatkan Gen Z di Asia dan protes di Prancis. Tuntutan umumnya meliputi perbaikan kondisi ekonomi, antikorupsi, keadilan sosial, reformasi birokrasi dan aparat keamanan, serta penolakan terhadap kebijakan yang dianggap tidak pro-rakyat.
Adalah eat the rich, istilah yang pertama kali dikenal pada masa Revolusi Prancis melalui karya Jean-Jacques Rousseau, namun kini tak lagi dimaknai secara harfiah, belakangan muncul kembali sebagai kritik terhadap sistem ekonomi dan politik yang timpang, terutama ketika kekayaan hanya terkonsentrasi pada segelintir orang.
Namun demikian, kembali Iffah mengatakan, tuntutan yang tidak diikuti kebijakan mendasar dan menyeluruh, kesenjangan dan ketimpangan tak akan bisa hilang bahkan cenderung makin lebar.
Solusi Islam
“Islam menetapkan tiga poin penting dalam sistem ekonomi,” paparnya, seputar Islam mampu menghilangkan ketimpangan ekonomi dan politik yang termaktub dalam kitab An-Nizham al-Iqtishadiy fil Islam, hal. 66-71 karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani.
Pertama, tentang kepemilikan (al-milkiyah) yang dibagi masing-masing menjadi kepemilikan individu, negara dan umum. Kedua, menetapkan cara pengelolaan dan pengembangan harta. Dan yang ketiga, perihal keadilan distribusi harta di tengah-tengah umat.
Dalam hal ini, jelasnya, negara melarang individu memiliki apalagi kemudian memonopoli harta milik umum semisal tambang batu bara, minyak, gas, dan sumber energi lainnya.
Pula Islam melarang adanya monopoli atas produksi hingga pendistribusian komoditas strategis masyarakat. Selain itu, praktik ekonomi berbasis riba dan spekulatif di sektor nonriil juga diharamkan.
Pun, khalifah yang notabene pemimpin tertinggi di dalam kekhilafahan hanya sebagai pihak yang mengadopsi hukum-hukum yang sesuai dengan ketentuan syara’.
“Dia (khalifah) bukan membuat aturan yang dia mau dan kemudian bisa kongkalikong dengan wakil rakyat. Tidak demikian,” tandasnya, masih tentang kitab rujukan yang juga menegaskan bahwa penguasa maupun pejabat legislator bukanlah sebagai sumber maupun pembuat aturan tersebut.
Dengan catatan, butuh sebuah institusi berupa negara untuk bisa mempraktikkan sistem ekonomi Islam secara sempurna. Pasalnya, beriringan dengan itu pengokohan akidah setiap individu dalam hal ini sebagai subjek, juga bakal terwujud.
Untuk itu, umat harus berusaha kembali ke kehidupan Islam yang berlaku hukum-hukum Allah di dalamnya. “Kita mestinya sebagai umat Islam kembalilah kepada hukum-hukum Allah, dan pelajarilah supaya kita mengerti dan tidak alergi terhadap sistem Khilafah,” pungkasnya.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat