MediaUmat – Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky menyatakan keindahan Raja Ampat tergantung siapa yang memandang.
“Hanya memang keindahan itu sangat tergantung, siapa yang memandang gitu. Nah, bagi para pengusaha tambang, bagi para pejabat yang punya kepentingan, mungkin keindahannya bukan karena pemandangannya, keindahannya karena memang keuntungannya,” ucapnya dalam Bincang Bersama Sahabat Wahyu: Tambang Raja Ampat Buat Rakyat atau Pejabat? Jumat (13/6/2025) di kanal YouTube Bincang Bersama Sahabat Wahyu.
Kembali Wahyudi memperjelas tentang keindahan Raja Ampat, semua orang ketika melihat itu akan mengatakan indah. Namun keindahan itu sangat tergantung pada perspektif orang yang melihatnya itu.
“Apalagi para pengusaha tambang, mungkin indahnya kalau tambang itu dieksplorasi dan itu akan sangat nampak indah kalau yang awalnya ada pepohonan, kemudian jadi gundul kemudian karena dikelola, dieksplorasi tambangnya, kelihatanlah kolam-kolam, kemudian gundul seterusnya,” bebernya.
Bagi orang tertentu juga, sebut Wahyudi, mungkin akan nampak indah, dan ketika keindahan itu dibayangkan oleh para pengusaha mungkin yang dibayangkan cuan. “Nah, itu juga salah satu keindahan bagi mereka,” tambahnya.
Perlu Menyamakan Pandangan
Maka, menurut Wahyudi, perlu pandangan atau perspektifnya disamakan bahwa sebenarnya bukan persoalan pada keindahannya saja.
“Ada persoalan kerusakan, ada persoalan bahaya. Nah, bahan ya ada. Bahaya kerusakan lingkungan, yang kemudian akan mendapatkan banjir,” ujarnya.
Bahkan, sambungnya, ada bahaya yang lebih jauh lagi jangkauannya, “Yaitu bahaya kategori di dalam keimanan dalam perspektif sampai akhirat,” mirisnya.
Timbul Dampak Dua Bencana Kerusakan
Kemudian, Wahyudi menyampaikan bahwa ada dua bencana kerusakan, bagi mereka yang merusak lingkungan akan membahayakan manusia di dunia, akan ada bencana banjir, longsor, mungkin juga kekeringan.
“Tetapi, juga akan menimbulkan dampak bencana di akhirat bagi mereka yang sudah melakukan kerusakan di muka bumi,” ungkapnya.
Wahyudi lalu membacakan potongan QS ar-Rum ayat 41, yang artinya, “Telah nampak kerusakan di muka bumi akibat ulah tangan-tangan manusia.”
Menurut Wahyudi, kerusakan dimaksud ada levelnya. “Kalau yang merusak itu hanya selevel RT, tentu satu RT itu mungkin yang rusak. Tapi kalau levelnya kabupaten, mungkin satu kabupaten berdampak rusak. Tapi kalau levelnya negara, nah itu bisa merusak banyak hal,” bebernya.
Sehingga, menurutnya, kerusakan lingkungan itu juga tergantung dari level yang membuat kerusakan itu.
“Saya pikir, kalau Pak RT enggak mungkin bisa mengeluarkan izin tambang. Nah kalau Pak RW juga enggak mungkin. Oleh karenanya, saya pikir izin tambang ini yang mengeluarkan adalah level-level pejabat tinggi, level pejabat yang besar,” pikirnya.
Dalam kesempatan tersebut, Wahyudi menegaskan jika ditanya, siapa yang paling bertanggung jawab kalau melihat kejadian ini?
“Yang paling bertanggung jawab atas kerusakan ini, tentu para pejabat yang levelnya lebih tinggi, bukan level rendah,” jawabnya.
Maka, mirisnya lagi, sangat disayangkan mestinya daerah ini jadi pengembangan menjadi tambah ini, dikelola dengan objek wisata yang lebih indah, bukan malah ditambang.
“Allah sudah memberikan keindahan alami, harusnya mesti diperindah lagi dengan penataan yang lebih bagus, ditambahlah sarana-sarana pariwisata, sehingga ditata lebih rapih lagi, lebih indah lagi, mestinya itu bukan malah ditambang,” bebernya.
Maka, simpulnya, bahwa ini adalah persoalan serius karena pemerintah yang mengeluarkan izin tambang di daerah yang indah, wisata, mestinya kebaikannya itu diarahkan untuk mengembangkan, menata daerah tersebut, supaya tambah indah, enak dilihat, dan nyaman dinikmati.[] Nandang Fathurrohman
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat