Berita:
Menteri Dalam Negeri Afghanistan telah berada di Dubai selama lebih dari sebulan dan belum kembali ke kementeriannya. Menteri Kehakiman juga mengundurkan diri setelah perjalanannya ke Dubai, dan Abbas Stanikzai, Wakil Menteri Luar Negeri dalam pemerintahan Taliban, masih berada di kota yang sama. Media menafsirkan perkembangan ini sebagai tanda ketidakpuasan di antara para pejabat ini terhadap Sheikh Haibatullah Akhundzada, pemimpin Taliban, dan menggambarkannya sebagai indikasi perpecahan internal dalam kepemimpinan kelompok tersebut.
Komentar:
Setelah menyadari bahwa mereka memiliki pilihan terbatas untuk memberikan tekanan pada Taliban, para penentang kelompok tersebut dan kekuatan Barat mengadopsi kebijakan untuk mendorong perpecahan internal. Kebijakan ini, yang terutama didorong oleh media, berfokus pada promosi gagasan tentang perselisihan dalam Taliban. Media berupaya menggambarkan Taliban sebagai kelompok yang terpecah menjadi dua faksi: “moderat” dan “ekstremis.” Mereka menggambarkan kepemimpinan Taliban di Kandahar sebagai kelompok yang ekstrem dan terisolasi dari dunia, sementara menggambarkan Taliban di Kabul sebagai kelompok yang moderat dan cenderung terlibat dengan Barat. Strategi ini bertujuan untuk menciptakan konflik internal dan mengacaukan kelompok tersebut.
Tujuan jangka panjang Barat dengan kebijakan ini adalah untuk menggunakan apa yang disebut faksi “moderat” untuk melemahkan dan menahan kepemimpinan di Kandahar. Strategi serupa sebelumnya digunakan terhadap kelompok komunis, di mana Amerika Serikat membagi mereka menjadi faksi “moderat” dan “radikal”, menggunakan sayap moderat untuk melemahkan dan menghilangkan yang lain. Pendekatan ini juga bukan hal baru di Afghanistan. Selama perang saudara Afghanistan, Zalmay Khalilzad berusaha untuk membenarkan kebijakan Barat dengan mempromosikan perbedaan seperti itu. Dalam konteks yang sama, istrinya, Cheryl Benard, menerbitkan sebuah buku pada tahun 2004 melalui RAND Corporation berjudul Civil Democratic Islam , di mana ia mengkategorikan Muslim ke dalam empat kelompok dan merekomendasikan agar Amerika Serikat mendukung faksi pragmatis dan moderat untuk mengendalikan dan melemahkan kelompok ideologis.
Strategi ini menunjukkan bahwa keterlibatan politik dalam kerangka negara-bangsa membentuk kembali standar politik individu. Sekalipun para politisi ini beragama Islam, kebijakan mereka belum tentu tetap Islami. Untuk mempertahankan kekuasaan dan terlibat dengan dunia, tokoh-tokoh tersebut mungkin bersedia mengubah nilai-nilai dan prinsip-prinsip mereka—bahkan memainkan peran dalam mendorong perpecahan. Pada akhirnya, pengalaman sejarah telah menunjukkan bahwa, selain Khilafah Rashidah (Kekhalifahan yang Benar), sistem politik apa pun, baik nasionalis maupun ideologis, tidak hanya mengikis nilai-nilai Islam tetapi juga membawa politisi dan standar politik menjauh dari jalan yang benar.
Ditulis oleh Yusof Arsalan
Anggota Kantor Media Hizbut Tahrir di Wilayah Afghanistan
Sumber: hizb-ut-tahrir.info