Kebijakan Bupati Pati Lebih Kejam dari Penjajahan

MediaUmat – Menanggapi kebijakan Bupati Pati Sudewo yang menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar 250 persen serta pernyataannya yang siap didemo 50 ribu massa, dinilai Direktur Pamong Institute bukan saja arogan, ini jauh lebih kejam dari penjajahan.
“Bukan sekadar arogan, ini jauh lebih kejam dari penjajahan,” tegasnya dalam Kabar Petang Bupati Pati Tantang Warganya Demo Usai Naikan PBB 250%, Aneh Gak Sih? Senin, (11/8/2025) di kanal YouTube Khilafah News.
“Penjajah Belanda maupun penjajah Eropa dulu suka tarik pajak tapi enggak sampai ratusan persen begitu dinaikkan dari sekian ke sekian,” jelasnya.
Menurutnya, Bupati Pati ini kan bukan penjajah asing ini. Ini pemimpin warga Pati sendiri. Makanya bukan sekadar arogan, tapi sudah sampai kepada lebih kejam dari penjajahan.
“Kenapa lebih kejam dari penjajahan?” tanyanya retoris. Menurutnya ada tiga hal setidaknya persoalan ini sangat serius dianggap sebagai kezaliman.
“Jadi bisa disebut triple kezaliman yang sangat kejam,” tegasnya.
Pertama, kezaliman dari segi kebijakan. Kebijakan menarik pajak itulah kebijakan model penjajahan. Pemerintahan yang senang sekali menarik pajak dari rakyat untuk kepentingan para pejabatnya.
Kedua, kezaliman dari tindakan. Selain mengeluarkan kebijakan 250 persen tindakannya itu arogan. Bupati Sudewo menantang rakyatnya demo.
Ketiga, kezaliman dari segi ucapan. Ucapannya itu menyakiti hati rakyat. Sudah kebijakannya membebani rakyat, mencekik rakyat, tindakannya arogan, menantang-nantang, dan ucapannya kepada rakyat itu tidak bijak, bahkan lebih menyakitkan.
Menurut Wahyudi, ini pemimpin seperti ini tidak layak menjadi pemimpin. Dan kalau pajak tentu rakyat sulit menghindarinya karena posisi rakyat memang di bawah kekuasaan rezim atau di bawah kekuasaan pemerintahan.
“Tetapi kita bersyukur rakyat Pati tidak diam. justru ketika semakin arogan, semakin ditantang semakin solid,” ujarnya.
Menurutnya ini memberikan harapan baru bahwa mulai hari ini nampaknya rakyat tidak diam, rakyat tidak mau terus ditekan, tidak mau terus dizalimi dan ini menunjukkan kesadaran baru.
“Jangan hanya di Pati saja, semua daerah kalau terjadi kezaliman begitu mestinya ada perlawanan rakyat supaya tidak terjadi kezaliman lainnya,” sebutnya.
Kritik bahkan perlawanan, menurut Wahyudi, bentuk kasih sayang kepada orang yang berbuat zalim. Sebab kalau orang yang berbuat zalim dibiarkan, berarti tidak menyayanginya. Dia akan terus berbuat zalim.
“Nah, kalau begitu memang penting melakukan perlawanan kepada setiap kezaliman yang dibuat oleh pemimpin maupun oleh penguasa,” pungkasnya.[] Muhammad Nur
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat