Kebahagiaan dalam Sekulerisme, Subjektif dan Duniawi

 Kebahagiaan dalam Sekulerisme, Subjektif dan Duniawi

MediaUmat.info – Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Dr. Ahmad Sastra menjelaskan, kebahagiaan dalam pandangan sekulerisme (paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan) bersifat subjektif dan duniawi.

“Kebahagiaan ala sekulerisme yang memisahkan antara agama dan kehidupan bisa dikatakan bersifat subjektif dan duniawi,” ujarnya kepada media-umat.info, Rabu (30/4/2025).

Sebab, lanjutnya, dalam sekulerisme, kebahagiaan sama dengan perasaan senang serta tidak menderita, makna kebahagiaan diserahkan sepenuhnya kepada individu. Maka tidak mengherankan jika World Happiness Report sebagai salah satu representasi pengukuran kebahagiaan dengan paham sekulerisme menjadikan Finlandia sebagai negara paling bahagia di dunia.

Oleh karena itu, Ahmad menjelaskan, jika para filusuf Barat seperti Plato. Plato menyatakan bahwa orang yang membuat segala sesuatu yang membawa kebahagiaan bergantung pada dirinya sendiri, dan bukan pada orang lain, telah mengambil rencana terbaik untuk hidup bahagia.  Sementara, Aristoteles menegaskan bahwa kebahagiaan bergantung pada dirinya sendiri.

“Tidak ada ukuran ilahi atau akhirat; yang penting adalah di sini dan sekarang (here and now),” ujarnya.

Sementara dalam perspektif Islam, jelas Ahmad, kunci kebahagiaan sejati (sa‘ādah) tidak hanya terbatas pada kebahagiaan duniawi, tetapi juga mencakup kebahagiaan akhirat. Islam memandang kebahagiaan yang hakiki adalah ketika seseorang hidup dalam kedekatan dengan Allah dan memperoleh ketenangan batin melalui iman dan amal shalih.

Menurutnya, kunci kebahagiaan dalam Islam adalah iman dan takwa. Hal ini sebagaimana Allah tegaskan dalam firman-Nya, “Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” (QS an-Nahl: 97).

Ketua FDMPB ini mengutip konsep kebahagiaan Imam al-Ghazali, seorang ulama dan filusuf besar Islam, dalam karyanya seperti Ihya’ Ulumuddin dan Kimiya as-Sa‘ādah (Kimia Kebahagiaan) bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada kesenangan duniawi, melainkan pada penyucian jiwa dan kedekatan dengan Allah SWT.

“Rumus kebahagiaan menurut Imam al-Ghazali adalah, pertama, ma’rifatullah (mengenal Allah). Kedua, tazkiyatun nafs (penyucian jiwa). Ketiga, akal sebagai cahaya penuntun. Keempat, ilmu dan amal. Kelima, zuhud dan tawakal,” tandasnya.[] Lukman Indra Bayu

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *