Majelis tinggi parlemen Kazakhstan telah mengusulkan amandemen terhadap Undang-Undang Pencegahan Kejahatan. Berdasarkan amandemen baru tersebut, penggunaan burka, niqab, dan pakaian yang menutupi seluruh wajah di depan umum akan dilarang, menurut kantor berita Kazakhstan, Tengrinews.
Amandemen yang diusulkan menetapkan bahwa penggunaan niqab hanya akan diizinkan untuk kebutuhan medis, pertahanan sipil, persyaratan hukum, kondisi cuaca ekstrem, atau selama kegiatan olahraga dan budaya.
Pada Kongres Nasional yang diadakan pada bulan Maret tahun ini, Presiden Kassym-Jomart Tokayev menekankan perlunya mempromosikan pakaian nasional daripada pakaian hitam yang menutupi wajah.
**** **** ****
Seperti diketahui, undang-undang anti-Islam juga telah diadopsi di Turkmenistan, Tajikistan, Uzbekistan, dan Kirgistan dengan dalih niqab. Secara khusus, penggerebekan sering terjadi di Uzbekistan dan Tajikistan, di mana petugas polisi membawa wanita Muslim yang mengenakan niqab dan pria berjanggut yang berjalan di jalan ke kantor polisi atas tuduhan “ekstremisme agama”. Petugas penegak hukum di Kirgistan melakukan penggerebekan bulan lalu terhadap niqab di wilayah selatan. Sekarang, rezim Kazakhstan akan bergabung dalam perang melawan niqab.
Tentu saja, pertempuran yang dilakukan oleh penguasa Asia Tengah melawan Islam tidak dimulai belakangan ini, namun dimulai setelah mereka menyingkirkan lawan-lawan mereka dan mendirikan rezim diktator. Misalnya, mendiang Presiden Uzbekistan yang tiran, Karimov, melancarkan kampanye besar-besaran melawan Islam dan kaum Muslim setelah mengorganisasi pengeboman di Tashkent pada 16 Februari 1999.
Penguasa lalim Tajikistan, Emomali Rahmon, juga melarang nama-nama Islam untuk anak-anak, dengan dalih memerangi terorisme dan ekstremisme. Rezim Tajikistan mencukur jenggot puluhan ribu pria dan secara paksa melepas jilbab ribuan wanita.
Di Turkmenistan, polisi menggeledah rumah-rumah orang yang mereka anggap religius dan menyita semua literatur keagamaan kecuali Al-Qur’an. Turkmenistan tidak kalah dibandingkan Uzbekistan dan Tajikistan dalam memerangi Islam dan kaum Muslim. Pencukuran paksa jenggot pria Muslim di bawah usia 50 tahun, pemaksaan mereka minum vodka (minuman beralkohol), bahkan mereka yang menolak tuntutan ini disiksa dengan pukulan mencederai dan dipenjara selama 7-8 tahun tanpa pengadilan atau penyelidikan telah menjadi hal yang biasa! Personel sipil dan militer juga dilarang melakukan aktivitas keagamaan seperti salat, dan mereka yang tidak mematuhi akan segera diberhentikan dan dikenakan berbagai tekanan finansial dan fisik.
Tahun lalu, Kabinet Menteri Kirgistan mengesahkan undang-undang tentang masalah keagamaan yang bertujuan untuk membatasi Islam dan kaum Muslim. Berdasarkan undang-undang ini, saudari-saudari Muslim kita dilarang mengenakan niqab, bahkan di pusat-pusat penahanan, perang terhadap saudara-saudara Muslim kita yang mengemban dakwah Islam semakin meningkat. Cara-cara ilegal, seperti sengatan listrik dan pemukulan yang mencederai, menjadi hal yang biasa. Dengan cara ini, rezim berupaya untuk mengendalikan lingkungan Islam yang mengakar kuat di masyarakat.
Di Kazakhstan, perlawanan terhadap nilai-nilai Islam meningkat setelah siswi-siswi dilarang mengenakan hijab.
Padahal, pelarangan niqab dan jenggot bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi yang dianut oleh rezim-rezim diktator ini. Lebih tepatnya, kebebasan berkeyakinan dan kebebasan individu dalam demokrasi menjamin hak seseorang untuk menjalankan agama apa pun dan menikmati hak istimewa apa pun. Nilai-nilai ini adalah hukum konstitusional negara sekuler. Akan tetapi, Barat, pusat demokrasi, sudah mulai meninggalkan gagasan ini. Dengan kata lain, bagi Barat, kebebasan ini hanya berlaku bagi selain Islam dan non-Muslim. Misalnya, kebebasan beragama diberikan untuk penyembahan setan atau kejahatan lainnya. Non-Muslim diperbolehkan mengenakan apa pun yang mereka inginkan dan bahkan keluar rumah tanpa busana. Namun, jika menyangkut nilai-nilai Islam, maka masalahnya dipandang secara berbeda. Hal ini ditunjukkan dengan jelas oleh larangan mengenakan hijab di sekolah-sekolah di Prancis pada tahun 2004, pengusiran pegawai perempuan Muslim dari lembaga-lembaga publik, dan larangan niqab di tempat-tempat umum pada tahun 2010!
Ini artinya bahwa sistem demokrasi dan sistem otoriter adalah dua sisi mata uang yang sama, yakni keduanya menempatkan keinginan mereka sendiri di atas keinginan rakyat! Secara khusus, peristiwa di Turkestan Timur, Afghanistan, Suriah, dan yang terbaru di Gaza telah menunjukkan bahwa slogan-slogan kebebasan dan hak-hak perempuan serta anak-anak telah dikubur di dalam tanah oleh ledakan bom.
Faktanya, para wanita Muslim mengenakan niqab bukan karena demokrasi munafik mengizinkannya atau karena kebebasan individu, melainkan karena aturan hukum dan nilai-nilai Islam. Kaum Musim mencukur jenggot bukan karena larangan orang-orang kafir atau antek-anteknya, akan tetapi mereka memelihara jenggot itu karena meneladani sunnah Rasulullah saw. Sebab pada diri Rasulullah saw, telah ada suri tauladan yang baik bagi setiap Muslim dalam segala aspek kehidupan. Oleh karena itu, kita harus melawan perang yang dilakukan oleh rezim-rezim diktator di Asia Tengah terhadap Islam. Jika hari ini rezim-rezim melarang hijab dan jenggot, maka besok mereka juga akan melarang kita untuk berdoa, salat, dan berpuasa. [] Mumtaz – Transoksania
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 16/6/2025.
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat