Kasus Beras Oplosan Berulang, Ada Masalah Sistem dan Kebijakan

 Kasus Beras Oplosan Berulang, Ada Masalah Sistem dan Kebijakan

MediaUmat Rizqi Awal dari Indonesia Justice Monitor (IJM) menilai berulangnya kasus pencampuran beras premium oplosan yang merugikan rakyat bukanlah sekadar masalah perusahaannya, melainkan sistem mekanisme dan kebijakannya.

“Jadi perlu dicatat teman-teman semuanya bahwasanya permasalahan yang terjadi terkait dengan oplosan ini (beras oplosan), itu bukan sekadar perusahaannya yang harus di ini ya (dilihat), tapi mekanisme sistemnya, mekanisme kebijakannya, kemudian siapa yang bertanggung jawab, kemudian itu juga harus melihat juga aturan-aturannya harus terlihat juga gitu. Dan pebisnis siapa yang memainkan ini?” ujarnya dalam Kabar Petang: Terbongkar!! Alfamidi, Wilmar, Japfa, dan Raja Platinum Jual Beras Premium Oplosan? di kanal YouTube Khilafah News, Selasa (22/7/2025).

Karena, jelas Rizqi, masalah pencampuran oplosan ini terjadi karena ada kebijakan atau peraturan yang ditabrak oleh perusahaan-perusahaan.

“Kenapa mudahnya oplosan ini terjadi? Karena ada pencampuran antara beras premium dengan beras nonpremium. Kenapa bisa adanya perusahaan-perusahaan ini bisa pakai beras nonpremium itu gitu. Artinya, kan di sini ada kebijakan atau peraturan yang ditabrak oleh mereka, perusahaan-perusahaan ini,” tuturnya.

Jadi, ujanya, kalau mau serius menuntaskan masalah beras premium oplosan, bukanlah satu atau dua perusahaan yang ditinjau ulang, tapi semua perusahaan.

“Karena orang ketika sudah perizinannya sudah beres ya, mereka akan kembali kepada semula ketika tidak punya jiwa kejujuran di dalam dirinya, jiwa pengabdian kepada bangsa dan negara ini,” bebernya.

Perkara ini, jelas Rizqi, tidak akan selesai dengan baik selama rezim dan sistem hari ini tidak pro pada kebijakan publik dan pro kepada rakyat.

“Maka pencampuran ini (beras premium oplosan) akan lebih punya kreativitasnya di masa akan datang,” bebernya.

Solusi

Rizqi menuturkan beberapa solusi atas permasalahan beras premium oplosan. Pertama, penegakan hukum yang yang tepat dan cerdas. “Jangan ada lagi kasihan kepada mereka, tapi kasih tahu kepada mereka bagaimana hukum itu ditegakkan. Itu penting,” bebernya.

Karena kalau dibiarkan, lanjutnya, perusahaan-perusahaan pengoplos itu akan kembali lagi, dan tidak ada yang bisa menjamin kejujuran perusahaan-perusahaan itu akan tegak terus-menerus.

Kedua, solusinya adalah tidak bisa permasalahan hilir dan hulu pertanian itu lepas dari tanggung jawab manajemen penguasa.

“Justru penguasalah yang mempunyaai tanggung jawab. Terkait permasalahannya adalah pengusaha ini, penguasa ini dia sebagai pengusaha atau sedang berusaha itu beda. Kalau sedang pengusaha dia sedang mengusaha, maka intinya adalah bagaimana mereka keuntungan sebesar-besarnya. Tapi dia sedang berusaha bisa jadi dia memanfaatkan banyak celah untuk berusaha,” jelasnya.

Namun kalau pemimpin, lanjut Rizqi, dengan sistem yang menaunginya itu dia punya ketundukan kepada aturan-aturan agama, maka pemimpin itu akan terikat kepada syariat dan otomatis ketika ditegakkan dengan syariat itu akan timbul sifat amanah, tablihg, fathanah, shiddiq.

“Jadi, kalau mau disebutkan solusi, solusi itu dari hulu ke hilir itu harus diawasi terus-menerus. Yang kedua, dari hulu ke hilir harus dididik dengan keimanan kepada Allah. Rasa takut itu penting. Perkaranya ini kita enggak punya rasa takut untuk menegakkan keadilan gitu,” pungkasnya.[] Setiyawan Dwi

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *