Kasus Ayam Goreng Widuran, Ibarat Puncak Es Kuliner Haram

 Kasus Ayam Goreng Widuran, Ibarat Puncak Es Kuliner Haram

MediaUmat Pengamat Media Sosial Rizqi Awal menilai kasus rumah makan ayam goreng Widuran —di Solo yang menggoreng kremesan ayamnya menggunakan minyak babi padahal sudah beroperasi sejak 1973— seperti puncak gunung es kuliner yang sejatinya haram tetapi ditutup-tutupi.

“Karena perlu juga dilihat ya, ini seperti puncak gunung es,” ujarnya dalam Kabar Petang: Terkuak Ayam Goreng Widuran Solo Ternyata Nonhalal, Ooo Jadi Selama ini…, Kamis (29/5/2025) di kanal Youtube Khilafah News.

Karena, jelas Rizqi, selama ini banyak kuliner yang menggunakan minyak babi, tetapi tidak mengakui.

“Kemarin tuh ada yang sempat viral itu adalah marshmallow yang beredar luas bahkan di minimarket bahkan itu juga tidak terkontrol. Ternyata bahan bakunya adalah bahan baku yang haram,” ujarnya sembari menyebut tujuh dari sembilan merek marshmallow yang mengandung unsur babi tersebut berlabel halal.

Jadi, tegasnya, yang labelnya halal saja itu belum tentu terjamin kehalalannya.

Ironis, beber Rizqi, ketika pelaku usaha cenderung menyembunyikan kehalalan produk. Sebab, jika merujuk kepada para pelaku usaha, bahwasanya ada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal.

Tapi, cetusnya, masalahnya konsekuensi dari hukum undang-undang negeri ini, tidak serta-mata halal dan haram, melainkan perkara sehat atau tidak sehat dan cuan atau tidak cuan.

Harusnya, sambungnya, pemangku jabatan itu menitikberatkan terlebih dahulu suatu produk terhadap kehalalannya.

“Halal atau haram dulu, baru dipikirkan sehat dan tidak sehatnya,” kritiknya.

Jadi, jelasnya, jangan sampai label halal memberatkan para pelaku usaha. Karena banyak para pelaku usaha yang tidak mau melabeli halal produknya meskipun halal, karena bisa jadi proses legalitasnya yang cukup berat.

Nah, ungkapnya, di sisi yang lain ada pihak-pihak yang nakal, karena sengaja memanfaatkan hal itu, membiarkan label tidak halal tapi tidak melakukan juga pengakuan bahwasanya produknya haram.

“Ketimbang berkata jujur, lebih baik kita tidak berkata jujur tentang ini sehingga saya untung gitu dan mereka enak,” tandasnya menarasikan cara berpikir pihak-pihak nakal.

Ia menyarankan, pemerintah harus memberikan kontrol yang cukup ketat terkait dengan ini. Kalau masyarakat ingin agar produk-produk di masa akan datang itu merasa nyaman dan aman ketika membeli barang atau makanan karena yakin terkait dengan jaminan itu dan pemangku hukum serta penegakan hukum itu harus kontrol rutin.

“Jangan hanya kontrolnya di awal dan kalau ada isu dari masyarakat baru bertindak,” tutupnya.[] Novita Ratnasari

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *