Jurnalis: Seolah Rezim Sekarang Rela Ulama dan Islam Dilecehkan

Mediaumat.id – Dari pernyataan para pejabat pemerintah Indonesia terkait pencekalan Ustaz Abdul Somad (UAS) oleh pemerintah Singapura, Jurnalis Joko Prasetyo menilai rezim sekarang tersebut malah seolah rela dengan pelecehan Singapura terhadap ulama dan ajaran Islam.

“Bukannya membela UAS dan menegaskan yang disampaikannya merupakan bagian dari ajaran Islam, rezim negara Pancasila malah seolah rela terhadap pelecehan tersebut,” ujar Om Joy, begitu sapaan akrabnya, kepada Mediaumat.id, Ahad (22/5/2022).

Pasalnya, pelecehan Singapura tersebut ditujukan kepada seorang ulama berkewarganegaraan Indonesia, serta ajaran agama yang dipeluk mayoritas penduduknya.

Dubes RI

Sebutlah Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura, Suryo Pratomo. Alih-alih membela mati-matian warga negaranya yang dicekal malah menyatakan pemerintah Indonesia tidak bisa mengintervensi keputusan Singapura.

Sebagaimana diberitakan tempo.co (19/5/2022), ketika diminta responsnya agar Indonesia mendesak Singapura minta maaf, Dubes dimaksud malah mengatakan, “Seperti halnya persona non grata, itu adalah hak dari setiap negara.”

Padahal menurut Om Joy, mendesak Singapura meminta maaf setidaknya menunjukkan pemerintah Indonesia tidak setuju dengan pelecehan yang dilakukan Singapura karena UAS dan ajaran Islam itu tidak salah, maka harus dibela.

Maka ia pun bertanya-tanya. “Memangnya Indonesia tidak punya hak untuk membela warga negaranya? Tidak punya hak untuk membela ajaran agama yang dipeluk mayoritas penduduknya?” herannya.

Ia juga menimpali dengan menegaskan bahwa membela ulama maupun ajaran Islam merupakan kewajiban di dalam Islam. “Entahlah menurut Pancasila,” lontarnya.

Menko PMK

Senada dengan Kedubes RI untuk Singapura, lanjut Om Joy, alih-alih membela UAS, Menteri Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy pun malah mengatakan perihal menjaga lisan agar tak diusir.

Seperti dilansir Antara pada Kamis (19/5/2022), mantan Mendikbud tersebut mengatakan dalam konteks bertetangga dengan Singapura, sebaiknya menjaga lidah, tangan, sehingga bisa hidup enak dan tak perlu diusir.

Namun, kata Om Joy, pernyataan tersebut justru tidak sesuai dengan konteks tiga perkara yang dijadikan alasan Singapura mencekal UAS. Yakni menyebut non-Muslim sebagai kafir, di dalam patung ada jinnya, dan membenarkan bom bunuh diri Palestina terhadap Israel.

Dasarnya, UAS memang tidak sembarangan ngomong. Apalagi ngomongnya juga bukan di Singapura, tetapi di masjid, di Indonesia, kepada jamaah yang juga sesama Muslim. “Yang diomongkannya juga adalah ajaran Islam,” sambungnya.

Bahkan, lanjut Om Joy, semua yang disampaikan UAS di dalam ceramah-ceramahnya berdalil dari sumber hukum Islam yakni Al-Quran dan hadits yang memang enggak ada salah-salahnya.

Ia menegaskan, menyebut non-Muslim sebagai kafir adalah perkara qath’i (mutlak benarnya dalam Islam). Sedangkan sebutan di dalam patung ada jinnya dan meledakkan diri ke kekuatan musuh dalam hal ini Muslim Palestina yang melawan penjajahan Israel bukanlah bunuh diri melainkan syahid, adalah dua perkara ikhtilaf (perbedaan pendapat) yang sama-sama islami.

“Coba Menko PMK tonton videonya yang membahas ketiga hal tersebut, sebelah mana yang tak menjaga lisannya? Penyampaiannya pas kok, dengan logat Melayu yang lucu pula,” urai Om Joy.

Ia pun mengingatkan, menjaga lisan bukan berarti menyembunyikan kebenaran agar mendapatkan kerelaan orang kafir. Kalau seperti itu, ia menyebutnya sebagai bentuk menjual ayat yang haram hukumnya. “Itu bukan jaga lisan namanya, melainkan menjual ayat, haram hukumnya. Tapi itu menurut Islam sih, entahlah menurut Pancasila,” sindirnya.

BNPT

Di sisi lain, yang paling menyakitkan hati Om Joy adalah pernyataan Direktur Pencegahan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) Ahmad Nurwakhid.

“Alih-alih dengan tegas menyatakan bahwa UAS bukanlah ektremisme dan pemecah belah sebagaimana yang difitnahkan Singapura, ia malah menginginkan RI belajar kepada Singapura,” sesalnya.

Sebabnya, menurut Nurwakhid, Indonesia masih melakukan upaya preventif strike (penegakkan hukum atas ancaman teror). Sedangkan Singapura, sudah pre-emptive strike (pencegahan dari hulu terhadap pemikirian radikalisme).

Om Joy pun mengutip pernyataan Nurwakhid sebagaimana diberitakan cnnindonesia.com (18/5/2022), ‘Yang menimpa UAS justru menjadi pelajaran penting bagi Indonesia untuk melakukan pencegahan sejak hulu dengan melarang pandangan, pemahaman dan ideologi radikal yang bisa mengarah pada tindakan teror dan kekerasan.’
“Ya Allah… apakah ini merupakan ungkapan hati yang sangat berhasrat mengkriminalisasi umat Islam yang mengajarkan ajaran Islam apa adanya?” lanjut Om Joy menyesalkan.

“Kalau menurut Islam non-Muslim adalah kafir, ya kafir. Itulah ajaran Islam yang apa adanya. Ulama yang menjelaskan hal itu adalah ulama yang benar,” tambahnya.

Dengan kata lain, apabila menyebut non-Muslim sebagai kafir itu dijadikan sebagai ciri radikalisme, sebagaimana yang disampaikan BNPT beberapa waktu lalu, itu namanya menyembunyikan kebenaran demi mendapatkan kerelaan orang kafir, alias menjual ayat.

“Jelas itu perbuatan yang sangat tercela dalam pandangan Islam, entahlah dalam pandangan Pancasila,” singgungnya lagi.

BPIP

Terkait itu, Om Joy, menginginkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melakukan klarifikasi apakah yang dilakukan para pejabat yang bertugas mengamalkan Pancasila tersebut memang sudah sesuai dengan Pancasila atau menyimpang dari Pancasila.

“Di sinilah relevansinya BPIP bersikap tegas atas pelecehan yang dilakukan Singapura terhadap ulama dan ajaran Islam tersebut, sekaligus menyatakan dengan tegas bahwa pernyataan para pejabat yang seolah mengiyakan bahkan ingin meniru Singapura tersebut merupakan perbuatan yang bertentangan dengan Islam, eh, dengan Pancasila,” paparnya.

Jadi, ungkap Om Joy, publik bisa melihat apakah Pancasila itu bertentangan dengan Islam atau tidak. Tetapi, kalau mengingat pernyataan Ketua BPIP, ‘Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan’, sebagaimana diberitakan detik.com (12/2/2020), menurutnya sudah bukan bertentangan lagi, melainkan musuh.

Menurut Om Joy, tentu agama yang dimaksud adalah Islam. Sebab selama ini yang dipersekusi dan dikriminalisasi oleh rezim negara Pancasila hanyalah ajaran Islam dan para pengembannya dengan tuduhan ekstremisme, radikalisme, dan terorisme.

“Tak terlihat rezim ini melakukan hal yang sama kepada agama dan para pengemban agama yang lain. Bener enggak sih?” pungkasnya.[] Zainul Krian

Share artikel ini: