Jika Ada Dalang di Balik Demo, Perlu Dibuktikan!

MediaUmat Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky mengingatkan ke publik, jika ada dalang di balik aksi demonstrasi akhir-akhir ini, tentu perlu dibuktikan.

“Jadi kalau terakhir ada ucapan bahwa aksi massa ataupun demonstrasi ada dalang di baliknya. Nah, ini memang perlu dibuktikan ya,” tuturnya dalam Kabar Petang: Ada Shadow Conection di Balik Situasi Chaos? di kanal YouTube Khilafah News, Selasa (2/9/2025).

Menurutnya, akses yang paling bisa valid untuk pembuktian ini adalah pemerintah.

“Nah, yang tahu persis dan punya perangkat yang utuh, yang lengkap, saya iker hanya pemerintah yang punya semua itu. Pemerintah punya apa? Sistem, punya aparat, punya sarana, punya institusi yang bisa untuk mendeteksi semua itu. Sehingga sebenarnya yang tahu persis persoalan dan dalangnya yang detailnya itu tentu yang lebih mudah mengetahui dan lebih dapat akses yang lebih valid, yang lebih banyak datanya tentu dari pemerintah,” ungkapnya.

Kemudian, lanjutnya, pasti pemerintah akan minta laporan dan informasi baik dari aliran dananya, dari pelaksananya, atau dari munculnya masalah tersebut.

“Apakah dipuji oleh kebijakan, apakah dipuji oleh pernyataan yang menyakitkan atau sikap yang arogan dan seterusnya,” tanyanya retoris.

Pertunjukkan

Wahyudi pun memberikan analogi bahwa di dalam suatu pertunjukan itu ada pemainnya, orkestranya, host-nya, sutradaranya, bahkan di balik sutradara itu ada juga yang mengarahkan sutradara ataupun yang mendanai, dan seterusnya.

Jadi, tegasnya, tergantung level mana publik memandang dalang itu.

“Kalau sekadar yang mengarahkan massa tentu kita bisa melihat menuding dalangnya orang yang mengarahkan massa. Kalau kita mau urut lagi kenapa ada sampai pengarahan massa, tentu massa itu bisa digerakkan, diarahkan kalau ada motivasi yang mendalanginya atau mendorongnya,” bebernya.

Nah, kritiknya, ternyata kalau ditelisik lebih dalam ada kebijakan yang memotivasi rakyat untuk turun yaitu kebijakan dari rezim yang berkuasa.

“Kebijakan pemerintah yang menaikkan pajak tinggi. Di satu sisi menaikkan juga gaji para anggota dewan, para pejabat di komisaris, dan seterusnya. Itu yang tinggi-tinggi sekali pendapatan atau gajinya,” ucapnya.

Kemudian, paparnya, terjadilah kesenjangan yang kian membuat marah rakyat. Diperparah, ada pernyataan dan sikap arogan dari para penguasa yang menambah pemicu kemarahan rakyat.

“Nah, kalau kita lihat dalangnya terjadinya kerusuhan, terjadi masa marah, bisa saja dalangnya di level pembuat kebijakan karena masyarakat sampai bergerak. Bisa jadi, di mana level yang menambah kemarahan misalnya karena ada pernyataan dari para politisi yang menantang rakyat. Penyataan Bupati Pati yang kemudian menantang rakyatnya. ‘Jangankan 5.000, 50.000 ribu pun saya tidak akan mundur,’ misalnya. Ini memancing, atau level yang lebih jauh lagi gitu. Apakah itu perintah dari pemerintah pusat atau memberi ruang atau hukum yang memberi ruang dan seterusnya,” tandasnya.

Jadi, ia simpulkan, kalau hal tersebut justru dituduhkan kepada publik tentu termasuk upaya untuk mengalihkan isu yang awalnya mengarah kepada ketidakpuasan publik, akhirnya dituduhlah publik yang menjadi dalang keributan atau kekacauan tersebut.

Padahal, tutupnya, publik itu hanya bagian dari korban kebijakan dan menimbulkan ekses dan efek yang akhirnya terjadi ketidakpuasan yang menimbulkan kemarahan. Kemudian, kemarahan dipicu lagi dengan sikap yang arogan justru membuat publik semakin marah.

“Misalnya pernyataan ‘membubarkan DPR itu adalah pernyataan orang yang paling tolol sedunia’ jelas menyakiti publik,” pungkasnya.[] Novita Ratnasari

Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat

Share artikel ini: